Buka Lahan Gambut di Pulau Padang, APRIL Langgar Kebijakan Pemerintah

Jumat, 09 September 2016 - 11:48:21 wib | Dibaca: 4177 kali 
Buka Lahan Gambut di Pulau Padang, APRIL Langgar Kebijakan Pemerintah
Lahan gambut yang telah dibuka grup APRIL di Pulau padang

GagasanRiau.Com Pekanbaru – APRIl, salah satu perusahaan kertas besar di Indonesia telah mengabaikan kebijakan pemerintah, mengenai perlindungan lahan gambut. Bahkan APRIL tidak memberikan akses kepada Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) yang sedang melakukan inspeksi mendadak, terkait laporan masyarakat bahwa perusahaan terus melakukan pembukaan lahan gambut di Pulau Padang, kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Padahal Kepala BRG ditemani oleh Petugas Pengaman Hutan, staf Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan masyarakat tempatan.

"Melarang inspeksi pemerintah merupakan contoh lain yang telah dilakukan oleh APRIL dengan tidak mengindahkan kebijakan pemerintah dan tidak menghormati mandat yang diberikan Presiden terhadap Badan Restorasi Gambut," kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Menurut Woro, APRIL harus segera menghentikan semua pembukaan lahan gambut di pulau tersebut dan melakukan restorasi di lahan gambut sebagai bagian dukungan kepada BRG dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Koalisi Eyes on the Forest (EoF) meminta anak perusahaan APRIL, PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), untuk segera menghentikan dugaan perampasan lahan di Desa Bagan Melibur, di daerah yang di-enclave dari konsesi, dan menaati Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 180/2013.

"Keputusan tersebut membuktikan adanya konflik yang berat dan berkepanjangan antara PT. RAPP dan masyarakat Pulau Padang yang membutuhkan penyelesaian secepatnya," lanjut Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau.

Koalisi menolak pemahaman APRIL terhadap kebijakan pemerintah dan komitmen mereka yang menggiring ke arah yang menyesatkan untuk membenarkan pembukaan dan pengeringan lahan gambut secara terus menerus. "Berdasarkan interpretasi serial data citra landsat, menunjukan bahwa perusahaan terus melakukan pengeringan lahan gambut dengan melanggar instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak lagi melakukan pembukaan di lahan gambut untuk kegiatan kehutanan dan bisnis tanaman lainnya, walaupun di areal yang telah memiliki izin," Woro menambahkan.

"ami meminta Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah langkah tegas untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan," kata Riko, dari WALHI Riau.

"Sangat aneh bagi APRIL yang memiliki lahan sangat luas dengan memaksakan membuka bagian kecil dari pulau ini, ditambah dengan adanya keberatan yang keras dari masyarakat setempat," sambung Nursamsu, Kepala Advokasi Deforestasi WWF Indonesia.

Masyarakat tempatan di Desa Bagan Melibur melakukan protes keberatan berulang kali terhadap adanya operasi perusahaan di wilayah administrasi karena kekuatiran akan adanya kerusakan lingkungan yang hebat ke depannya yang dapat terjadi di pulau kecil bergambut ini.

Pada November 2014, EoF telah melaporkan kepada Komisi Penasihat Parapihak (Stakeholder Advisory Committee /AC) APRIL, dimana perusahaan melakukan pembersihan hutan alam di lahan gambut yang menandakan bahwa mereka telah melanggar kebijaka pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management Policy /SFMP) mereka sendiri.

"Saya sangat kecewa karena perusahaan tidak bekerjasama dengan pemerintah dan kembali melakukan pengeringan lahan gambut yang telah jelas melanggar kebijakan mengenai moratorium dari pembukaan seperti ini," ungkap Aditya Bayunanda, Forest Commodity Leader, WWF-Indonesia.

Menurutnua, APRIL harus memperbaiki kinerjanya dan mengikuti kebijakan pemerintah. APRIL harus berhenti membicarakan konservasi dan kelestarian dan mulai menerapkannya. Perusahaan harus mengurangi jejak karbonnya dan keluar dari kegiatannya tidak lestarinya dengan mengeringkan lahan gambut. SAC dari perusahaan harus menghindar dan menolak untuk dijadikan alat pencucian hijau dari perusahaan.**/rilis


Loading...
BERITA LAINNYA