Yudhia: Menggugat Tanggung Jawab Korporasi Terhadap Dampak Lingkungan

Senin, 16 Oktober 2017 - 10:32:42 wib | Dibaca: 3365 kali 
Yudhia: Menggugat Tanggung Jawab Korporasi Terhadap Dampak Lingkungan
Yudhia Perdana Sikumbang Pemerhati lingkungan hidup dan Ketua LBH RAM Indonesia perwakilan kab. Inhil

GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Setiap usaha atau kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan hidup wajib Amdal, itulah yang disebutkan dalam pasal  22 angka 1 UU no 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan lingkungan hidup, analisis mengena dampak lingkungan muncul sebagai jawaban keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiataan industri pada tahun 1960-an. 
 
Sejak itu Amdal telah menjadi alat utama melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan. 
 
Berbicara amdal tak terlepas dari lingkungan hidup yang mana Analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan, karena suatu proyek pembangunan entah itu tambang, proyek properti, infrastruktur gedung, atau pembangunan parit suatu badan usaha, harus mempunyai izin-izin terkait, itulah  yang kemudian melegitimasi proyek tersebut. 
 
Jika kita pantau selama ini kebanyakan yang terjadi di tiap-tiap perusahaan adalah ketidak sinkronan dokumen Amdal atau  UKL/UPL dengan suatu pembangunan atau kegiatan perusahaan, tak mengapa, karena yang tercatat didalamnya dokumen tersebut “harus” sinkron dengan UKL/UPL yang disah kan Pemerintah, apakah pemkab, atau pemkot, tergantung letak badan usaha tersebut, dan apabila itu kemudian tidak tercatat, maka haruslah segera direvisi. Karena Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha. 
Jika kita lihat dalam pasal-pasal UU no 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan lingkungan hidup antara lain :
 
Pertama, dapat kita lihat di Pasal 22 UU no 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mana :
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 
Berdasarkan poin-poin tersebut diatas artinya kita harus paham, proses amdal merupakan tahapan yang sangat  menentukan, dimana kemudian nantinya akan menghasilkan kelayakan lingkungan (izin lingkungan) atau ketidaklayakan lingkungan.
 
Kedua, dalam penyusunan suatu  dokumen-dokumen amdal serta tahapannya diatur dalam  Pasal 26 UU no 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal
 
Keterlibatan masyarakat serta pemerhati lingkungan hidup dalam penyusunan dokumen amdal suatu badan usaha adalah jaminan atas hak-hak masyarakat di yang dituangkan dalam uu ini, namun yang kemudian jadi persoalan ialah praktek pada lapangannya, inilah kemudian menjadi PR kita bersama sebagai masyarakat atau pun aktifis pemerhati lingkungan hidup serta elemen terkait lainnya, kita harus melek akan aturan-aturan yang ada, karena berangkat dari sanalah kemudian kita mengetahui hak-hak masyarakat yang dijamin negara.
 
Ketiga, perihal perizinan bisa kita lihat di pasal 36 UU no 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yaitu :
 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKLUPL wajib memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
 
Terang sudah suatu penerbitann perizinan badan usaha mempunyai banyak tahapan-tahapan, dan untuk mencapai penerbitan perizinan tersebut persyaratan yang dimuat hingga keputusan kelayakan lingkungan hidup yang mana diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota tergantung dimana badan usaha tersebut berkedudukan. 
 
Terakhir, saya mengingatkan ketika berbicara perizinan Izin lingkungan, sistem perizinan adalah jantungnya. Yang mana kemudian menjadi syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, termasuk izin lain seperti izin operasi, izin kontruksi, serta tidak ketinggalan pula dalam kerangka penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dan suatu ketika suatu masyarakat dirugikan oleh suatu badan usaha yang mana atas kelalaian dan kegiatan yang dibuat dalam usaha tersebut menjadi/menimbulkan dampak lingkungan serta keresahan yang menyebabkan kerugian kelompok masyarakat tertentu, maka ada dua jawaban dalam hal ini apakah litigasi atau Non litigasi, dan apabila ketika upaya non litigasi gagal maka litigasi (penyelesaian melalui pengadilan) menjdai upaya terakhir atas sengketa lingkungan apakah lewat gugatan perdata, tuntutan  pidana di peradilan umum, atau gugatan peradilan tata usasha negara (TUN) ketiga jalur ini adalah jawaban atas keresahan dan kerugian tersebut ini Karena suatu badan usaha/ perusahaan harus sadar dengan konsekwensi yang terkait dengan Amdal  apakah itu konsewensi aturan dan konsekwensi dana, karena itu semua adalah tanggung jawab sosial perusahaan, dana untuk lingkungan tidak sertamerta dilupakan.
 
Oleh : Yudhia Perdana Sikumbang
Pemerhati lingkungan hidup dan Ketua LBH RAM Indonesia perwakilan kab. Inhil
 

Loading...
BERITA LAINNYA