Daerah

RUU Ormas Kebiri Kebebasan Masyarakat Berorganisasi

gagasanriau.com- Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) yang diajukan oleh DPR-RI dianggap akan mematikan semangat reformasi untuk memberikan ruang demokrasi bagi perjuangan rakyat. Hal ini kontradiktif dengan amanat dari UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul yang dilindungi oleh negara.

Ada 9 alasan penolakan terhadap RUU ormas yang diajukan oleh DPR RI. Penolakan tersebut secara rinci disampaikan oleh Direktur YLBHI Pekanbaru Suryadi, SH.

 RUU Ormas Menyempitkan Amanat UUD 1945 dan Membangkitkan Momok Represi Gaya Orde Baru

Alasan pokok yang disampaikan oleh Suryadi dari sembilan alasan tersebut adalah bahwa Ormas dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Untuk apa? Badan hukum organisasi telah ada. Harus kita sadari, bentuk Ormas tidaklah dikenal dalam kerangka hukum yang benar.

 Ormas merupakan kreasi rezim Orde Baru yang bertujuan mengontrol dinamika organisasi masyarakat di Indonesia. UU Ormas lahir dengan semangat mengontrol dan merepresi dinamika organisasi masyarakat.

 UU Ormas juga memuat ancaman pembekuan dan pembubaran yang represif tanpa ada proses pengadilan yang adil dan berimbang.

 Bentuk ancaman yang dibangkitkan kembali dalam RUU Ormas ini “Dalam hal peringatan tertulis kedua dan/atau peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tidak dipatuhi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah”

 RUU Ormas Mengacaukan Tata Hukum di Indonesia

 Dari sisi hukum juga Suryadi menilai bahwa dalam Pasal 11 memasukkan badan hukum yayasan dan perkumpulan dalam belenggu RUU Ormas padahal tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtpersoonlijkheid van Verenegingen).

 Jika hanya hendak mengatur organisasi berbasiskan anggota seperti yang tertulis pada Pasal 13, “badan hukum yayasan diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, mengapa tidak membuat UU Perkumpulan sebagai pembaharuan Staadsblad 1870-64 yang merupakan warisan kolonial Belanda?  dengan RUU Ormas yang salah arah, yang justru masuk dalam Prioritas Legislasi 2011.

 Melalui Pasal 12 ayat (4), DPR dan Pemerintah justru menempatkan ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum perkumpulan dalam Peraturan Pemerintah (PP), yang jelas-jelas mengacaukan sistem hukum dan mengganggu independensi sistem peradilan Indonesia dalam menentukan keabsahan suatu perikatan hal ini menimbulkan kekosongan hukum bagi badan hukum Perkumpulan (Pasal 54 huruf b).

 RUU Ormas ini menurut Suryadi sangat jelas mengisyaratkan kembalinya negara otoriterian dan gerakan rakyat untuk berserikat dan berkumpul sangat dibatasi tentunya ini sangat bertentangan dengan dengan konstitusi negara yakni UUD 1945.

 Pengalaman rakyat Indonesia dengan reformasi politik adalah melepas kekuasaan tirani dibawah kepemimpinan Soeharto dengan pemberlakuan UU No.8 tahun 1085 tentang ormas mengkooptasi gerakan rakyat yang teroganisir harus mendaftar sedangkan yang tidak  terdaftar dianggap Organisasi Tanpa Bentuk (OTB. Red ) atau Gerakan Pengacau Keamanan (GPK. Red ).

 Hal ini sejak dulu ditolak oleh seluruh kekuatan rakyat, namun sekarang dengan munculnya RUU Ormas tak pelak zaman kegelapan bagi pergerakan rakyat akan kembali terjadi jika di sah kan.

 Suryadi menegaskan lagi bahwa dalam RUU Ormas juga terjadi kekacauan hukum karena tidak di dunia undang-undang mengatur tentang sesuatu yang sudah diatur undang-undang lain.

 Hal ini mengindikasikan kebebalan pembuat UU dan kebebalan politik yang latah dan menyulut kematian demokrasi negeri ini.

 Sebab itu diperlukan gerakan massif untuk mendesak DPR RI menghentikan pengesahan RUU  tersebut. Dan mengembalikan kedaulatan ditangan rakyat.*Adit*


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar