Daerah

Dinilai Mal-Administrasi: Menhut Dilaporkan ke Ombudsman

[caption id="attachment_2005" align="alignleft" width="300"]Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan Menteri Kehutanan[/caption] Jakarta | gagasanriau.com- Tidak hadirnya Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam acara temu Nasional Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa (HKm-HD) yang dilaksanakan Auditorium Manggala Wanabakti 24-25 April 2013 berujung dilaporkannya Menhut ke Ombudsman. Karena dinilai mal-administrasi terhadap pengurusan perijinan HKm dan HD.   Azlaini Agus, Wakil Ketua Ombudsman dalam pernyataan kepada media mengatakan, Menhut melakukan mal-administrasi, karena lalai memberikan layanan bagi masyarakat. Kelalaian ini, karena di peraturan jelas disebutkan dalam mengurus perizinan membutuhkan waktu 60 hari, kenyataan lebih dari tiga tahun. Menurut Azlaini, kinerja Kemenhut yang lamban itu bisa dikategorikan sebagai mal-administrasi perizinan. Selama ini, pencapaian target HKm-HD rendah bukan karena ketertarikan masyarakat minim. Melainkan, kinerja Kemenhut yang rendah dalam memberikan pelayanan publik, khusus penerbitan ketetapan-ketetapan. Layanan penetapan HKm-HD yang dijanjikan diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 60 hari bisa sampai bertahun-tahun. Akibatnya, banyak usulan menumpuk di Kemenhut tanpa ada kepastian. Kalangan masyarakat miskin yang sedang mengajukan hak bisa memanfaatkan hutan merasa dirugikan. Jauh jika dibandingkan dengan layanan Kemenhut terhadap izin pinjam pakai pertambangan, atau pengajuan konsesi untuk kepentingan perkebunan skala besar. Bisa dimengerti kalau kemudian segenap masyarakat yang mengajukan HKm-HD merasa kecewa dan seperti dianaktirikan, setidaknya kalau dibandingkan dengan para pengusaha HPH, HTI dan pertambangan. Mal-administrasi perizinan Menhut selama ini belum mendapat perhatian banyak kalangan. Berdasarkan catatan di Kantor Ombudsman pusat, tidak satupun pengaduan kasus-kasus pertanahan dan kehutanan terkait dengan kemandegan-kemandegan perizinan HKm-HD ini. Kronologi Pelaporan Menhut ke Ombudsman Pada tanggal 24 April 2013 telah digelar diskusi mengenai capaian dan startaegi Kementrian Kehutanan dalam kaitannya dengan HKm-HD di Indonesia. Satudiantaranya hadir sebagai pembicara adalah Hj. Azlaini Agus, SH, MH dari Ombudsman. Azlaini mengatakan apabila perijinan yang lamban dan tidak sesuai dengan standarisasi yang ada, maka itu dinilai mal-administrasi. Pada tanggal 25 April 2013 kemudian dilaksanakan Rapat Pleno, merancang usulan dan strategi tentang permasalahan yang ada. Khususnya yang terkait permaslahan perijinan HKm-HD di Indoensia. Setelah rapat pleno selesai, jadwal selanjutnya adalah berdialog dengan Menteri Kehutanan. Karena hal itu adalah yang paling tepat. Dan tidak boleh diwakilkan, karena kalau diwakilkan tidak sesuai dengan kapasitas, apalagi hingga memutuskan sebuah kebijakan. Jadwal pertemuan dengan Menteri Kehutanan dijadwalkan pada Pukul 14.00WIB, namun hingga 14.00WIB Menteri Kehutanan belum juga datang. Pengunduran waktu kemudian dinilai sebagai solusi, namun hingga pengunduran waktu hamper mencapai 1 jam beum juga muncul kemudian para pendamping desa dan para peserta angkat bicara tentang ke-engganan Menteri Kehutanan tidak hadir. Menteri dinilai tidak menghargai dengan para peserta yang sudah jauh-jauh datang. Dikutip dari Mongabay.co.id, Akhirnya menhut digantikan oleh San Afri Awang, Staf Ahli Menteri Kehutanan didampingi Sumarto, Kepala Humas Kemenhut. Dan dihari itu juga, didampingi Komisioner DKN, Ita Natalia dan Martua Sirait? sebagai Anggota Komisi Lingkungan dan Perubahan Iklim DKN, masyarakat dan pendamping, mendaftarkan kasus mal-administrasi Menhut ke Ombudsman. DKN coba untuk pahami, laporan masuk dari masyarakat dan sudah buat pernyataan, tapi tak ditanggapi serius (Kemenhut). Kini makin mengerucut, tidak ada keberpihakan negara, kata Ita Natalia. Untuk itu, mereka memutuskan melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI. Kami tak buka lagi negoisasi. Kami akan tempuh jalur hukum, kata Hery Santoso, dari Java Learning Center. Sore itu, dengan beberapa mobil, mereka langsung menuju Ombudsman RI di Jl Rasuna Said. Hasil konsultasi ke Ombudsman tadi, kasus ini didaftarkan sebagai masalah sistemis dengan harapan ada perbaikan sistem, kata Martua Sirait, Anggota Komisi Lingkungan dan Perubahan Iklim DKN. Hermawansyah, Dewan Pengurus Gemawan, organisasi berbasis lingkungan dan kehutanan di Kalimantan Barat (Kalbar) mengatakan, ini jelas tindakan mal administrasi Menhut atas kelalaian dan pengabaian usulan HD-HKm terkatung-katung hampir tiga tahun. Wawan, begitu biasa disapa, menjelaskan, di Kalbar, ada 23 desa yang mengusulkan HD dari empat daerah, yakni, Kabupaten Kayung Utara (KKU), Ketapang, Sintang dan Kapuas Hulu. Baru enam yang keluar SK Penetapan Areal Kerja Hutan Desa dari Menhut di Ketapang. Ada 15 usulan sudah verifikasi. Kasus paling lama, kata Wawan, di lima desa di KKU, sudah diajukan Oktober 2010, verifikasi Maret 2011 dan belum jelas sampai saat ini. Padahal prosedurnya 60 hari bisa keluar SK Menhut. Untuk kasus di KKU itu, bupati telah dua kali mengirim ?surat kepada Kemenhut tetapi tak pernah direspon. Kami juga sudah bertemu Menhut 10 Januari 2013. Saat ketemu Menhut ok, statemennya semua HD akan di SK-kan, tapi setelah dikoordinasikan secara teknis, dinaikkan lagi surat mohon ke PAK-HD, ternyata status sama dengan daerah lain: masih di atas meja Menteri. San Afri Awang mengatakan, pemerintah serius mengurus HKm-HD tetapi memang tak bisa cepat, salah satu kendala peta. Selisih satu hektar saja bisa jadi problem. Jadi kita hati-hati sekali. Kalau ada masalah lagi, Kemenhut lagi yang salah. Masalah peta, katanya, tak bisa diserahkana pada semua orang. Bikin peta mungkin bisa dilakukan pemetaan partisipatif, tapi masalah tata ruang, itu harus Planologi. Mengenai laporan masyarakat sipil ke Ombudsman itu tak masalah. Silakan saja. Itu hak masyarakat sipil. Namun, perlu dicatat, kami tak pernah menghentikan perizinan. Namun, dari temu nasional ini memang memberikan catatan bahwa banyak muncul kegelisahan di masyarakat, dalam proses HKm-HD. Silvia M dari Dinas Kehutanan Papua Barat juga angkat bicara. Dia mengatakan, sudah datang jauh-jauh dari? Papua, ingin pulang membawa jawaban bagi masyarakat. Kami dari 2010, sudah bersama-sama masyarakat dan pendamping mengusulkan hutan desa di Kaimana, tapi belum ada penetapan. Saat ini, katanya, mereka datang membawa beban jawaban karena sudah bekerja mengurus hutan desa menggunakan APBD. Kami mohon, kalau pun kami harus menunggu, apa yang harus kami perbaiki. Kami tak bisa diam sama sekali karena masyarakat datang ketuk kantor kami untuk tanya. Dia khawatir, masyarakat tak percaya lagi dengan pemerintah karena proses yang berlarut-larut ini. Kami khawatir ada pihak lain yang menawarkan kepada masyarakat dan tak ada nilai konservasi. Kami minta apa kekurangan kami, walaupun hanya secarik kertas (pemberitahuan dari Kemenhut). Keluhan senada datang dari Samuel, Yayasan Kasih Mandiri, Flores Alor Lembata. Menurut dia, klaim kawasan hutan oleh negara selama ini telah mencederai masyarakat adat dan menciptakan banyak masalah. Masyarakat pun menyambut baik, saat ada program pemerintah HKm-HD ini. Sayangnya, saat masyarakat pemohon HKm-HD bekumpul, Menhut tak muncul. Hari ini beliau tak hadir, padahal ini tempat menteri. Kami butuh kepastian, tak usah diulang-ulang lagi. Menteri kalau memang punya perhatian, datang. Ini orang datang dari mana-mana, jauh-jauh, biaya mahal. Ini tak ada hati sama sekali. Paling cuma 10 menit, tidak lama-lama. Sudah, kalau begini kami langsung lapor ke Ombudsman saja. Setelah itu, sebagian peserta keluar ruangan, jumpa pers sebentar, lalu menuju ke Ombodsman. *SP* gurindam12.co


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar