Daerah

Ketika “Ciuman Massal” Jadi Senjata Protes

[caption id="attachment_2357" align="alignleft" width="300"]ciuman masal ciuman masal[/caption] gagasanriau.com- Bagi masyarakat Indonesia, ciuman di depan umum mungkin masih dianggap tabu. Namun, di banyak negara, aksi ciuman massal justru menjadi senjata protes.  Ciuman sendiri dianggap sebagai ekspresi kasih sayang, cinta, dan kemanusiaan. Berikut beberapa aksi ciuman massal yang dijadikan senjata perlawanan. 1.    Turki Pada hari Sabtu, 25 Mei lalu, ratusan aktivis di Turki menggelar aksi ciuman massal di sebuah halten stasiun kereta api bawah tanah di kota Angkara, Ibukota Turki. Dalam aksinya, mereka membawa poster bertuliskan “Ciuman Bebas” dan menerikkan slogan-slogan kebebasan. Aksi ciuman massal itu berlangsung beberapa menit dan diliput oleh banyak sekali media lokal dan internasional. Saat aksi ini berlangsung, sedikitnya 20-an orang kelompok fundamentalis berupaya menggagalkan aksi ini. Namun, bentrokan berhasil dihindarkan karena Polisi memasang barikade diantara kedua aksi protes. Aksi ini sendiri merupakan respon terhadap tindakan pejabat Perkeretaapian yang memperkarakan sepasang penumpang kereta yang tertangkap kamera CCTV sedang berciuman. Pihak perkeretaapian menganggap tindakan itu sebagai tindakan amoral. Partai oposisi Turki telah mempertanyakan hak pihak Perkeretaapian mempersoalkan seseorang yang berciuman. Apalagi, Turki bukanlah negara agama. Kelompok Sekuler Turki juga mengkhawatirkan menguatnya upaya partai berkuasa membawa norma agama untuk kehidupan publik Turki. 2.    Chile Pada bulan Juli 2011 lalu, lebih dari 3000-an mahasiswa dan dosen dari berbagai Universitas di Chile menggelar aksi “pesta ciuman”. Yang menarik, aksi tersebut dilakukan langsung di depan Istana La Moneda, Istana Kepresidenan Chile. Aksi tersebut berlangsung beberapa jam. Sebelum aksi ciuman massal digelar, 3000-an mahasiswa yang berdandan ala Zombie ini menggelar aksi teatrikal dan kemudian menari seperti dalam video klip “Thriller” Michale Jackson. Aksi itu sendiri merupakan bentuk respon para mahasiswa dan dosen atas meluasnya kekerasan, represi brutal, dan penangkapan ribuan aktivis mahasiswa yang sedang menggelar aksi menolak privatisasi pendidikan Chile. Memang, sejak tahun 2011, jalanan kota Chile tidak pernah kosong dari aksi protes mahasiswa dan pengajar. Mereka menuntut agar privatisasi pendidikan, yang diterapkan sejak era Pinochet, segera dihentikan. Tak hanya itu, mahasiswa menuntut agar negara menggratiskan pendidikan untuk seluruh rakyat Chile. 3.    Rusia Pada pertengahan Desember 2012 lalu, puluhan aktivis LGBT menggelar aksi ciuman massal di depan Duma—DPR Rusia. Aksi itu berlangsung dalam kondisi suhu udara nyaris nol derajat. Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap DPR Rusia yang sedang menggodok RUU berisi pelarangan mengkampanyekan homoseksualitas dan pedofilia kepada anak-anak kecil. Bagi aktivis LGBT, RUU itu telah membuat komunitas LGBT sebagai sesuatu yang tak terlihat dan dilarang berbicara mengenai diri mereka dan persoalan-persoalannya. RUU itu juga dianggap mendiksriminasikan warga negara, melanggar hak-hak dasar manusia, dan kebebasannya. Para aktivis LGBT menegaskan, pembagian warga negara berdasarkan preferensi seksual merupakan langkah pertama menuju fasisme. Dengan menggelar aksi “ciuman massal”, para aktivis LGBT ingin menunjukkan bahwa cinta adalah sesuatu yang intim dan tidak harus ditarik-tarik ke ranah politik. Sayang, sebelum aksi itu selesai, kepolisian Rusia telah membubarkan paksa aksi tersebut. 4.    Spanyol Pada November 2010 lalu, sekelompok aktivis LGBT di Spanyol juga menggelar aksi “ciuman massal”. Aksi tersebut bertepatan dengan kunjungan Paus Benediktus XVI ke Spanyol. Carole Marylene, seorang penyelenggara aksi, menyatakan bahwa aksi tersebut dimaksudkan untuk melawan pandangan Paus Benediktus XVI terkait homoseksualitas. Aksi tersebut—disebut “ciuman kolektif”—melibatkan 100-an pasangan LGBT. Dengan aksi itu, mereka berharap Vatikan mengubah pandangannya soal kebebasan seksual, perceraian, dan penggunaan kondom. Raymond Samuel
Sumber Artikel: berdikarionline.com


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar