Daerah

Perawat Indonesia Coba Tembus Jerman

[caption id="attachment_3261" align="alignleft" width="588"]Ilustrasi perawat Indonesia sebagai tenaga profesional. Ilustrasi perawat Indonesia sebagai tenaga profesional.[/caption]

gagasanriau.com -Delapan tenaga perawat Indonesia asal Tasikmalaya, Jawa Barat, saat ini tengah mengikuti pendidikan dan pelatihan di RS Marienhaus Klinikum, Jerman, dalam upaya menembus pasar tenaga kerja di bidang keperawatan di Jerman. Pelaksanaan pendidikan itu kerjasama antara Politeknik Tasikmalaya, RS Marienhaus Klinikum Jerman, Universitas Kejuruan Hochschule Koblenz, yang difasilitasi perusahaan konsultan Jerman HMP Consulting.

Tentu difasilitasi pemerintah kota Tasikmalaya, Pusat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan, serta KBRI di Berlin.
Pejabat Penerangan dan Sosial Budaya KBRI di Berlin, Ayodhia GL Kalake, kepada ANTARA, Jumat, menyebutkan, kedelapan tenaga perawat Tasikmalaya tersebut mengikuti program pendidikan yang tersebar di RS Marienhaus Klinikum, yaitu di Bitburg, Bad Munster,  dan di Wiesbaden.
Pendidikan selama 10 pekan dan saat ini sudah memasuki pekan ketujuh. Dari hasil evaluasi sementara, terdapat penilaian yang positif dari pihak RS Marienhaus Klinikum terhadap para perawat Tasikmalaya itu. "Mereka dinilai cukup baik dalam mengikuti pendidikan dan praktek penanganan pasien. Kendala terberat penguasaan bahasa Jerman yang dinilai masih kurang. Oleh karenanya diperlukan kursus bahasa Jerman yang lebih intensif," kata Kalake.
Rumah sakit itu, juga Hochschule Koblenz menyatakan, ada keperluan tinggi untuk tenaga perawat di Jerman; mereka ingin merekrut tenaga perawat dari Indonesia.
Kedua pihak itu menyadari terdapat perbedaan kurikulum dan tingkat akademik antara pendidikan perawat di kedua negara yang menjadi kendala bagi perekrutan tenaga perawat dari Indonesia. Pendidikan perawat di Indonesia minimal D-3, sementara Jerman menggunakan sistem pendidikan sistem ganda, yang menggabungkan praktek magang di rumah sakit/klinik dan pendidikan keperawatan di sekolah kejuruan (professional-education on the job). Pihak RS Marienhaus Klinikum dan Hochschule Koblenz menegaskan situasi ini bukan tanpa solusi.
Kesenjangan akibat perbedaan sistem pendidikan dapat dijembatani melalui program matrikulasi dan pemagangan selama sembilan bulan di rumah sakit di Jerman bagi tenaga perawat Indonesia. Selanjutnya tenaga perawat tersebut harus mengikuti tes akhir guna memperoleh sertifikat keperawatan yang memungkinkan mereka bekerja sebagai tenaga perawat di Jerman. Lebih jauh, pihak Hochschule Koblenz menawarkan program studi master of business administration selama empat semester, yang dapat ditempuh setelah perawat dimaksud memperoleh sertifikat keperawatan Jerman. KBRI di Berlin menyebutkan program ini proyek percontohan, yang jika berhasil dapat selanjutnya dituangkan ke dalam satu kesepakatan kerjasama antara Politeknik Kesehatan Tasikmalaya dan Marienhaus Klinikum serta Hocschule Koblenz, untuk kontinuitas pelaksanaan program ke depan


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar