Hukum

Gagal Paham Terkait Karhutla, NGo Desak Jokowi Pecat Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi

Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Organisasi lingkungan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Panglima TNI untuk Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi, karena telah melanggar instruksi 18 Januari 2016. Pasalnya dianggap gagal paham terkait Kebakaran Hutan dan Lahan (Karlahut) di Riau, dimana saat Presiden Jokowi melakukan Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2016 di Istana Negara.

Dipaparkan oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melalui surat elektonik ke redaksi GagasanRiau.Com (19/3/2016.  Jokowi memberi arahan kepada pejabat negara: Pencegahan dan Early Warning. Pangdam, Kapolda, Danrem, Kapolres, Dandim sampai ke Koramil dan Kapolsek, semuanya harus bergerak untuk mencegah. Jangan dibiarkan api baru bergerak. BNPB dan Pemerintah Daerah back up TNI dan Polri. Reward and Punishment. Pejabat yang lahan di daerahnya terbakar semakin banyak dan besar akan diganti, sementara pejabat yang daerahnya baik dan tidak ada kebakaran lahan akan dipromosikan.

“Jokowi memerintahkan salah satunya TNI untuk memadamkan api, bukan bikin statemen menyudutkan rakyat melakukan gugatan asap bahkan menyebut orang Melayu pembakar hutan dan lahan,” kata Woro Suparitinah, Koordinator Jikalahari.

“Mestinya Danlanud berterima kasih kepada perwakilan rakyat Riau yang mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan karhutla dan asap secara tuntas dan tidak menjadikan TNI
menjadi pasukan pemadam kebakaran.” Lanjut Woro Supartinah.

Hasil investigasi Jikalahari, satu diantaranya, pelaku pembakar hutan dan lahan sesungguhnya yang menginsipirasi, sengaja atau tidak adalah perusahaan sawit. Modusnya, cukong-cukong menyuruh warga merambah kawasan hutan, lantas menyuruh warga membakar hutan dan lahan lantas ditanami sawit lalu menjaga lahan tersebut hingga panen.

“Cukong memerintahkan warga untuk merambah kawasan hutan dan lahan korporasi dengan dalih klaim adat dan klaim keperdataan, lantas mereka bakar dan tanami sawit,” kata Woro Supartinah.

“Dan TBSnya dijual ke korporasi sawit yang terdekat, artinya, korporasi sawit langsung atau tidak, sengaja atau tidak, sadar atau tidak, telah menginspirasi cukong dan warga untuk menjual sawit ke pabriknya. Sawit di Riau menjadi primadona karena keuntungan yang besar,” kata Woro Supartinah.

“Jikalahari memahami bahwa Lanud cuma menemukan pelaku pembakar di lapangan. Harusnya Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi melacak juga, siapa pemodal alias cukong yang menyuruh warga membakar lahan dengan iming-iming duit?” lanjut Woro Supartinah.

“Saya usul pada Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi untuk melihat dan membaca kasus-kasus karhutla yang sudah dihukum di seluruh pengadilan negeri di Riau. Kalau tidak punya bahannya, saya akan kirimkan ke Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi,” kata Made Ali, dari riau corruption trial. Silahkan buka link www.rct.or.id untuk mengetahui proses penegakan hukum di pengadilan.

Jikalahari juga mendesak Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau memberi sanksi adat kepada Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi karena menyebut kebiasaan orang Melayu membakar hutan dan lahan.

“Temuan Jikalahari sejarah pembakaran hutan dan lahan sangat masif dan tak sesuai dengan budaya melayu sejak korporasi HTI dan sawit beroperasi di Riau,” kata Woro Supartinah. Apalagi, budaya melayu menyebut hutan tanah bagi orang melayu bersebati dan saling berkait, bahkan hutan dan hutan tanah adalah marwah melayu.

“Kami mendesak LAM Riau, Plt Gubernur Riau dan DPRD Riau memberi sanksi adat pada Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi dengan cara mendesak Jokowi dan Panglima TNI memecat Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi.” Tutup Woro Supartinah.

Reporter Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar