Hukum

Kepala BPN Pekanbaru Diperiksa Kejati Riau

Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kota Pekanbaru Umar Fathoni sumber photo tribunpekanbaru.com

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kota Pekanbaru Umar Fathoni diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Ia diperiksa terkait dugaan korupsi pada pembebasan lahan embarkasi haji di Pekanbaru. Umar bukan saksi pertama dari BPN yang diperiksa penyidik.

"Kami meminta keterangan yang bersangkutan untuk mengetahui status lahan tersebut," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Riau Mukhzan, Kamis, (14/04/16).

Sebelumnya, katanya, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi lainnya dari BPN, diantaranya Widodo sebagai Kepala BPN Riau, Mukafi staf pengukuran BPN Riau dan Endri Diyanto mantan Kepala BPN Pekanbaru.

Keterangan saksi ini, lanjutnya, untuk mengetahui keberadaan dan status lahan pada proyek pembangunan embarkasi haji itu sebelum dan setelah dibeli Pemprov Riau.

"Kami memintai keterangan saksi terkait status lahan itu untuk tersangka NV," ujar Mukhzan.

Dalam perkara ini, penyidik menetapkan NV sebagai tersangka. NV merupakan kuasa pemilik lahan yang menjual kepada Pemprov Riau. Menurut Mukhzan, aliran kepemilikan tanah itu yang hendak dikejar oleh penyidik, karena penjualannya dikuasakan, bukan dijual secara langsung.

Dalam kasus dugaan korupsi itu, selain NV, penyidik juga telah menetapkan Muhammad Guntur sebagai tersangka. Guntur merupakan mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan (Kabiro Tapem) di Provinsi Riau.

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika 2012 Pemprov Riau melalui Biro Tapem mengalokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah asrama haji senilai Rp17.958.525.000.

Tanah yang terletak di Kota Pekanbaru itu dimiliki beberapa warga, dengan dasar hukum berupa sertifikat tanah, SKT (Surat Keterangan Tanah), dan SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi). Berdasarkan penetapan harga oleh tim penilai (appraisal), harga tanah tersebut bervariasi antara Rp320.000 hingga Rp425.000 per meter.

Penyidik Kejati Riau menduga ada penyimpangan dalam pembebasan lahan itu. Dugaan pelanggaran berupa harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan.

Selain itu, pembayaran atas tanah juga tak berdasarkan kepada harga nyata tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.

Reporter Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar