Lingkungan

Komisi Hukum DPRRI Nilai SP3 Perusahaan Terkait Karhutla Riau Tak Masuk Akal Sehat

Pemadaman Karhutla di Siak. Dok

GagasanRiau.Com Jakarta - Komisi III DPR membentuk panitia kerja kebakaran hutan dan lahan (Panja Karhutla) untuk menyelidiki mekanisme terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas 15 kasus dugaan kebakaran hutan yang dikeluarkan Polda Riau.

"Kami mau lihat prosesnya. Karena menurut kami ada kejanggalan, ada hal-hal yang tidak masuk di akal sehat," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/9).

Namun, dia tak menjelaskan secara rinci kejanggalan yang dimaksud. Benny hanya menyebutkan komisi itu perlu melakukan penyelidikan secara spesifik atas diterbitkannya SP3.

Panja Karhutla, kata Benny, akan bekerja selama masa sidang periode ini yang berakhir pada Oktober. Ketika hasil penyelidikan belum selesai, tambahnya, maka Panja Karhutla akan dilanjutkan.

Sementara, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebutkan, Panja Karhutla berencana akan mengunjungi Riau untuk mendalami kasus tersebut. Di Riau, Panja Karhutla rencananya akan bertemu aparat penegak hukum dan masyarakat.

Arsul menyayangkan langkah Polda Riau menerbitkan SP3 15 perusahaan yang diduga terlibat kebakaran hutan tanpa didukung bukti yang cukup meski sudah melibatkan ahli.

"Kami pertanyakan kenapa tidak mencari ahli bandingan. Tugas penyidik kan harus seoptimal mungkin cari alat bukti," ujar Arsul.

Keterangan ahli pembanding menurutnya diperlukan agar kebijakan penerbitan SP3 memiliki dasar yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Upaya ini yang dinilainya tidak terlihat dalam penerbitan SP3 atas 15 perusahaan di Riau.

Selain itu, Arsul juga mendorong agar masyarakat sipil yang merasa dirugikan untuk mengajukan praperadilan. Langkah ini diharapkan dapat menggali keterangan dari para ahli.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian sebelumnya menjelaskan, penghentian penyidikan atas 15 kasus dugaan kebakaran hutan dilakukan secara bertahap.

Tito menjelaskan penghentian tersebut dilakukan pada rentang Januari 2016 hingga Mei 2016. "Kami klarifikasi bahwa itu bukan dihentikan serentak ataupun baru-baru ini, tapi itu dimulai pada Januari," ujar Tito saat ditemui di gedung DPR kemarin.

Menurut Tito, ada berbagai alasan kenapa kasus-kasus tersebut pada akhirnya dihentikan penyidikannya. Salah satu alasannya adalah karena kebakaran terjadi di luar peta perusahaan. Berdasarkan laporan yang ada, kebakaran kebanyakan terjadi di daerah yang masih dikuasai oleh masyarakat.**/CNN

Editor: Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar