Lingkungan

Jikalahari dan JMRG Serukan Penghentian Permanen Pembukaan Lahan Gambut PT RAPP

Foto ilustrasi

GagasanRiau.Com Jakarta - Penggiatn lingkungan kecewa dengan hasil pertemuan Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, BRG dan PT RAPP, usai insiden pengusiran tim BRG di Desa Melibur, Pulau Padang, yang hanya merekomendasikan penghentian selama tiga bulan pembukaan lahan oleh PT RAPP.

"Hasilnya sungguh mengejutkan. arusnya pemerintah menghentikan permanen kegiatan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut Pulau Padang oleh PT. RAPP, bukan menghentikan sementara,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Menurut Woro, dasar penghentian permanen bisa merujuk pada: Pertama, Pasal 23 Ayat (2 dan 3) PP 71 Tahun 2014, tentangPerlindungan dan Pengelolaan Ekosistem  yang isinya,lahan gambut dikategorikan rusak jika terdapat drainase buatan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung atau muka air tanah di lahan gambut pada fungsi budidaya lebih dari0,4 meter di bawah permukaan gambut. Kedua hal tersebut sangat potensial terjadi pada lahan gambut di Pulau Padang.

Kedua, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengeluarkan suratedaran S. 494/MENLHK-PHPL/2015, melarang IUPHHK HTI/ HA, RE serta pemegang izin usaha perkebunan melakukan pembukaan lahan baru pada kawasan gambut

Ketiga, Surat Instruksi MenLHKS.495/2015 tanggal 5 November 2015 tentang instruksi pengelolaan lahan gambut, dan juga di dalam Surat Edaran Menteri KLHK No. S 661/Menlhk-Setjen/Rokum/2015 tentang arahan Presiden RI – Rapat Kabinet- 4 Nov 2015  yang mengatur bahwa: Dilarang melakukan pembukaan lahan (land clearing) untuk penanaman baru, meskipun dalam area yang sudah memiliki izin konsesi, serta dilarang melakukan aktifitas penanaman di lahan dan hutan yang terbakar, karena sedang proses penegakan hukum dan pemulihan.

“Kerap terjadi, perusahaan seringkali mengabaikan regulasi dan baru mematuhinya jika sudah tersandung persoalan,” kata Woro.

Keputusan ini juga mengecewakan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dan berharap pemerintah mengambil langkah tegas dan bertindak sesuai hukum, karena PT. RAPP sudah bekerja di dalam wilayah administrasi Desa Bagan Melibur, yang semestinya berdasarkan SK perizinan HTI PT. RAPP No. 180/Menhut-II/2013 Desa Bagan Melibur dikeluarkan dari areal kerja PT. RAPP.

"Di samping itu PT. RAPP juga terus menghancurkan hutan alam dan membuka kanal baru secara massif dari bulan Juni hingga Agustus 2016," kata  Isnadi Esman, Koordinator JGMR.

“Pengelolaan/pemanfaatan lahan gambut berkelanjutan harus didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat, bukan pada klaim sepihak perusahaan yang biasanya cenderung memiliki kepentingan bisnis semata dan mengabaikan semua bukti ilmiah dan dampak negatif luar biasa yang dapat ditimbulkan. Masih terjadinya pembukaan lahan gambut dengan membangun kanal-kanal drainase oleh PT RAPP menunjukkan ketiakpedulian perusahaan atas keberlanjutan lahan tersebut dalam jangka panjang, karena hanya akan menguntungkan mereka secara sesaat. Dampak negatif lanjutannya akan dirasakan oleh masyarakat sekitar,” kata Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia.

Karena itu Jikalahari, JMGR dan Wetland Indonesia merekomendasikan:

1.Mendesak PT.RAPP memenuhi komitmen keberlanjutannya untuk tidak membangun kanal-kanal dan membuka lahan gambut baru di seluruh Indonesia, dan mengumumkan upaya “phase-out” untuk kegiatan-kegiatan budidaya yang berbasiskan /menggunakan saluran-saluran kanal drainase di seluruh areal konsesinya di lahan gambut.
2.PT. RAPP untuk melaksanakan program restorasi (rewetting) lahan gambut pada seluruh wilayah konsesi yang dikelolanya padalahan gambut.
3.KLHK dan BRG menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh PT RAPP sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, termasuk upaya pencabutan izin dan kewajian merestorasi kawasan yang dirusak.
4.Menteri LHK untuk mencabut poin 3 dalamSurat Instruksi MenLHKS.495/2015 tanggal 5 November 2015 yang merekemondasikan penggunaan teknologi eko hidro pada lahan gambut yang telah ditanam karena pendekatan ini terbukti tidak berkelanjutan.
5.KLHK untuk menegaskan kembali dikeluarkanya Desa Bagan Melibur dari areal konsesi PT. RAPP sebagaimana tercantum dalam SK. 180/Menhut/II/2013.
6.APRIL Grup untuk mengeluarkan wilayah yang berkonflik dengan masyarakat diantaranya di area berkonflik dengan desa Segamai dari luasan ijin Restorasi Ekosistemnya.**/rilis






 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar