Daerah

Karol Cariola, Srikandi Merah Gerakan Mahasiswa Chili

[caption id="attachment_3653" align="alignleft" width="300"]Karol Cariola, Karol Cariola,[/caption] gagasanriau.com -Dua tahun lalu, ketika ratusan ribu mahasiswa dan pelajar Chili tumpah ruah di jalan-jalan, ada dua sosok perempuan yang menonjol. Keduanya menjadi ikon perlawanan. Yang menarik, keduanya berasal dari satu partai yang sama, yakni Partai Komunis Chili. Kedua perempuan itu adalah Camila Vallejo dan Karol Cariola. Memang Camila Vallejo, yang saat itu menjabat Presiden Federasi Mahasiswa Universitas Chili (FECH), tampil menonjol dan wajahnya menghiasi media-media internasional. Sementara Karol Cariola tidak begitu menonjol. Namun, tak ada yang bisa menampik bahwa keduanya punya keunggulan luar biasa. Karol Aida Cariola Oliva, 26 tahun, juga dikenal sebagai tokoh dibalik perlawanan mahasiswa Chili. Dibanding Camila Vallejo, badannya memang agak mungil. Namun, ia juga cantik dan punya suara sangat keras. Nada bicaranya juga cukup cepat. Karol adalah sarjana Ilmu Kebidanan di Universitas Concepción Chile. Ia masuk ke kampus itu tahun 2005. Namun, begitu menginjakkan kaki di Universitas, Karol segera ikut kelompok diskusi politik. Hal inilah yang menyeretnya ke aktivisme politik. Tahun 2006, meletus peristiwa yang disebut “Revolusi Penguin”, yakni demonstrasi besar-besaran yang digelar oleh ratusan ribu pelajar sekolah menengah. Mereka turun ke jalan dengan mengenakan seragam sekolah. Mereka kemudian dijuluki “penguin”. Karol terlibat dalam aksi protes tersebut. Tahun 2007, ia sudah menjadi pejabat penting di Federasi Mahasiswa di kampusnya. Dua tahun kemudian, yakni 2009, ia terpilih sebagai Presiden Federasi Mahasiswa Universitas Concepción. Ia menduduki jabatan itu selama dua periode. Tahun 2011, Karol terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Pemuda Komunis Chili (Juventudes Comunistas de Chile; JJ.CC). Dia adalah perempuan kedua dalam sejarah Chili yang menduduki jabatan tersebut. Perempuan sebelum dia bernama Gladys Marín, salah seorang tokoh legendaris Partai Komunis Chili. Bagi Karol, menjadi seorang pemuda adalah sebuah kebanggaan. Masa muda adalah masa paling energik, penuh dorongan, penuh keingintahuan, keberanian, dan idealisme. Karena itulah, kata Karol, seorang pemuda sangat potensial menjadi revolusioner. “Menjadi muda tetapi tidak revolusioner adalah kontradiksi biologis,” katanya dalam sebuah wawancara dengan koran JJ.CC. Memang, kediktatoran Pinochet yang berkuasa selama 17 tahun mewariskan banyak hal buruk dalam sistem pendidikan Chili. Di era Pinochet, kebijakan neoliberal mulai dipaksakan di semua institusi pendidikan di Chili. Akibatnya, pendidikan tak ubahnya komoditi yang diperjual-belikan. Neoliberalisme membuat pendidikan di Chili menjadi barang mahal bagi rakyat. Apalagi pendidikan tinggi: Universitas dan sederajat. Menurut Karol, hanya 17 persen siswa lulusan sekolah menengah umum yang bisa melanjutkan pendidikan ke Universitas dan sederajat. Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat bahwa biaya pendidikan di Chili, terutama di perguruan tinggi, termasuk yang termahal di dunia: 3.400 USD per tahun di mana gaji rata-rata hanya 8.500 USD per tahun . Sebagai perbandingannya: keluarga di Skandinavia membayar 5% untuk pendidikan, sedangkan keluarga di AS membayar 40%, tetapi keluarga di Chili membayar 75%. Selain itu, rezim Pinochet juga mewariskan ketimpangan distribusi pendapatan yang sangat parah. Meskipun pendapatan per kapita Chile tertinggi di kawasan Amerika Selatan, tetapi tingkat ketimpangan pendapatannya merupakan yang terparah. “Ideologi neoliberal didasarkan pada pengecualian (diskriminasi), ketidaksetaraan, dan memperdalam ketimpangan. Inilah salah satu akar utama segala masalah di negeri kami dan memicu kontradiksi mendalam,” kata Karol. Karena itu, bagi Karol, persoalan pendidikan di Chili tidak bisa diletakkan semata-mata sebagai persoalan pelajar dan mahasiswa, tetapi menjadi persoalan bangsa. Ini pula yang menjadi alasan ia dan kawan-kawannya menggelar Konferensi Nasional Pendidikan tahun 2009. Konferensi itu menghadirkan guru, akademisi, orang tua atau wali murid, siswa sekolah menengah, dan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan. Tak hanya itu, untuk memperluas perlawanan menentang sistem pendidkan berorientasi profit itu, gerakan mahasiswa di Chili menciptakan jembatan untuk menarik sektor-sektor rakyat seperti kaum buruh, petani, rakyat miskin, dan masyarakat adat. Bagi Karol, juga sebagian besar pemuda dan rakyat Chili, masalah terbesar rakyat Chili saat ini adalah kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh sistem neoliberalisme. Tak heran, kebangkitan gerakan mahasiswa, juga gerakan buruh dan masyarakat adat, memperlihatkan perlawanan kuat terhadap neoliberalisme. Karol Cariola, yang juga pengagum Violeta Parra, penyanyi kerakyatan Chili, meyakini perlawanan mahasiswa tahun 2011 bukan hanya tentang pemberontakan mahasiswa, tetapi juga rakyat Chili, yang menghendaki sistem ekonomi-politik baru yang lebih adil dan demokratis. Saat ini Karol Cariola sedang memasuki arena perjuangan baru. Ia bersama dua kawan seperjuangannya, Camila Vallejo dan Camilo Ballesteros, menjadi kandidat anggota kongres (parlemen) dari Partai Komunis Chili. “Kami menyadari, keikutsertaan di dalam pemilihan (pemilu) ini hanya alat (taktik), bukan tujuan akhir. Kalau kami melupakan prinsip ini, kami akan kehilangan cita-cita untuk perubahan struktural,” ujarnya. Sebagai calon legislatif dari latar belakang aktivis, Karol sadar bahwa edukasi politik bagi rakyat lebih utama ketimbang menyibukkan diri dengan kampanye elektoral. Karena itu, metode yang ia gunakan adalah mendatangi rumah-rumah rakyat dan berdiskusi dengan mereka. Karol sangat optimis, dengan kebangkitan rakyat negerinya mempertanyakan sistem neoliberalisme, Chili punya masih punya masa depan yang cerah. “Saya percaya, Chili punya masa depan cerah. Dan hari ini, kita harus mengambil kesempatan dari kebangkitan rakyat ini untuk membangun Chili yang baru, yang terbebas dari neoliberalisme dan kapitalisme,” tegasnya. Raymond Samuel
Sumber Artikel: berdikarionline.com


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar