Hukum

Satgas Karhutla Bentukan Gubri Tak Jadi Solusi, Jika Tata Kelola Perbaikan Tak Dibenahi

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla) yang dibentuk Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman tak menjadi solusi menyeluruh menghadapi ancaman kemanusian akibat keracunan massal asap pembakaran di Bumi Lancang Kuning.

Jika Tata Kelola perizinan dan penegakan hukum tidak berjalan maksimal. Hal ini diungkapkan oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) kepada GAGASANRIAU.COM Kamis (18/5/2017).

Dikatakan Jikalahari, penetapan status siaga darurat karhutla di Provinsi Riau dilakukan lebih awal, tepatnya pada 24 Januari 2017 selama 96 hari dan diperpanjang hingga 30 November 2017 Riau tetap tak lepas dari ancaman kebakaran hutan dan lahan.

Periode Januari-April 2017, Jikalahari mencatat 224 hotspot yang didominasi kawasan korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI) mendominasi dengan total 148 hotspot atau 66 persen dati total hotspot di Riau.

Satgas Karhutla yang dibentuk oleh Gubernur Riau tentu bekerja di luar konsesi korporasi. Satgas tidak menjadi solusi ketika kebakaran terjadi di dalam konsesi. Karena memang konsesi merupakan tanggungjawab korporasi pemegang izin. Gubernur Riau selain membentuk satgas karhutla yang bekerja memadamkan api seharusnya juga melakukan kebijakan yang berbasis kepada sektor hulu untuk mengatasi persoalan karhutla.

“Gubernur Riau harus segera membentuk tim perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan ,” Kata Woro Supartinah Koordinator Jikalahari.

Pembentukan tim perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan adalah mandat dari Renaksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) KPK.

“Tidak hanya persoalan memadamkan api (hilir) tapi juga persoalan tata kelola penggunaan hutan dan lahan harus dipikirkan sebagai solusi kebakaran hutan dan lahan di Riau,” Kata Woro Supartinah.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar