Hukum

RDP Dengan DPRD Riau, PT Sari Lembah Subur Dinilai Kangkangi Lembaga Negara

Rapat Dengar Pendapat, Masyarakat dengan Komisi B DPRD Riau dan Dinas Perkebunan serta Dinas Kehutanan Jumat (29/7/2017)

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - PT Sari Lembah Subur (PT SLS) dinilai mengangkangi lembaga negara karena tidak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau serta dinas terkait Jumat malam (28/7/2017).

"Ini membuktikan bahwa PT SLS ini bersalah dan tidak mau menyampaikan hal yang menurut mereka benar di rumah perwakilan rakyat ini. Harusnya mereka tahu diri dan sadar hukum jika mereka benar" kata Darwin Ketua Forum Melayu Tanglo bersama perwakilan masyarakat Desa Genduang Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan kepada GAGASANRIAU.COM Sabtu pagi (29/7/2017).

PT SLS yang sedianya dijadwalkan oleh Komisi B DPRD Riau bersama Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Provinsi untuk melakukan RDP pada Jumat kemarin tidak hadir.

Perusahaan perkebunan sawit Grup Astra Agro Lestari ini dinilai oleh masyarakat telah melakukan malpraktik administrasi lahan. Dengan menggarap lahan diluar Hak Guna Usaha (HGU) dan berupaya merampas lahan milik warga dengan modus Tukar Guling. Selain itu juga PT SLS ini menurut masyarakat menggarap kawasan hutan dan menanami perkuburan leluhur warga dengan kelapa sawit.

Baca Juga Di Pelalawan, PT SLS Diduga Lakukan Penipuan Administrasi Lahan

"Tidak ada alasan jelas kenapa mereka tidak menghadiri rapat tersebut. RDP untuk mendengarkan paparan masyarakat dan perusahaan tersebut hanya dihadiri masyarakat Genduang, Kecamatan Pangkalan Lesung" ujar Darwin mewakili warga lainnya.

Rapat Dengar Pendapat ini dipimpin dari Komisi B oleh Mansyur HS didampingi anggotanya Sugianto SH, James Pasaribu, dan lainnya. Turut hadir dalam pertemuan tersebut dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau yang diwakili Tengku Soib.

Baca Juga Kali Ini Giliran Desa Pangkalan Lesung Demo PT SLS di Kejati Riau

Dalam pertemuan tersebut dikatakan warga bahwa kesewenang-wenangan yang dilakukan pihak PT SLS sejak tahun 1980-an. Mulai dari pembabatan hutan serta kebun karet masyarakat tanpa ganti rugi hingga kebijakan tukar guling lahan yang dilakukan pihak perusahaan  setengah tahun terakhir.

Baca Juga Pejabat Pelalawan Bekingi PT SLS Rampas Lahan Masyarakat & Garap Hutan

“Adanya PT SLS di wilayah Genduang tidak berefek positif terhadap Masyarakat Tanglo. Malah pihak perusahaan membuat masyarakat Tanglo menjadi miskin, lingkungan rusak, jalan kampung berlubang, ikan-ikan di sungai menghilang, dan banyak dampak negatif  lainnya" tegas Darwin.

Kebijakan lainnya kata Darwin lagi yang juga sangat merugikan masyarakat Tanglo adalah penggelapan wilayah Satuan Pemukiman (SP) 8 oleh PT SLS.

Dimana dipaparkan Darwin di lingkungan PT SLS hanya ada SP 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. SP 8 yang berada di wilayah Tanglo dan sebagian Pangkalan Lesung tersebut dihilangkan oleh pihak perusahaan dengan alasan kontur tanahnya yang digenangi rawah, pegunungan, dan lintasan gajah.

Baca Juga Masyarakat: Kuburan Nenek Moyang Kami Ditanami Sawit Oleh PT SLS

"Padahal kenyataan dilapangan tidak demikian adanya. Jadi, kebun wilayah SP 8 yang seharusnya adalah hak masyarakat tersebut, hasilnya dinikmati  pihak perusahaan sejak puluhan tahun lalu hingga hari ini. Penggelapan SP 8 oleh SLS ini sudah sampai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi. Red), Cuma belum ada tanggapan" ujar Darwin.
 
“Kami dari Forum Melayu Tanglo berharap KPK, BPN, Kejaksaan, Polda dan penegak hukum lain agar segera turun ke lapangan, supaya kesewenang-wenangan pihak SLS ini bisa dihentikan segera karena setiap harinya mereka terus melakukan tukar guling,” kata Edi, penggerak Forum Melayu Tanglo lainnya.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar