Hukum

Mendapat Perlawanan, Pengesahan Ranperda RTRW Riau Penuh Dengan Tipu Muslihat

Gerakan Mahasiswa Bela Rakyat melakukan demonstrasi di depan Mapolda Riau menolak Ranperda RTRW Riau

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Rancangan Peraturan Darah Rencana Tata Ruang Wilayah (Ranperda RTRW) Riau yang baru disahkan oleh Dewan Peerwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terus mendapat perlawanan dar kalangan mahasiswa dan aktifis lingkungan. Pasalnya produk hukum tersebut dinilai tidak transparans dan penuh dengan muatan para pemilik modal besar dalam melegitimasi kawasan hutan untuk digarap secara legal.  

Adalah massa pendemi yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa Bela Rakyat (Gembara). Mereka turun ke jalan menyampaikan tuntutan mereka. Mereka menolak pengesahan Ranperda RTRW Provinsi Riau. Mereka berpendapat Ranperda RTRW Provinsi Riau dinilai hanya berpihak pada kepentingan ekonomi semata.

Dalam data yang mereka sebutkan, dari 9 juta hektar luas Provinsi Riau yang disepakati pada Ranperda RTRW, 8 juta hektar lebih merupakan fungsi budidaya.

“Jika semua jadi budidaya Ini sangat tidak adil, dimana kawasan untuk masyarakat di daerah, masyarakat adat yang bergantung pada hutan?” ungkap Hendro Mulyono, Koordinator Aksi.   

Dominasi kawasan budidaya semakin terasa tidak adil dibanding luasan kawasan lindung gambut hanya 21 ribu hektar, padahal luas gambut di Riau mencapai 5 juta hektar.

“ Ini sama dengan penghancuran gambut di Riau. Karena kepentingan investasi, DPRD Riau melupakan gambut sebagai kawasan yang mudah rusak dan harus dilindungi,” kata Hendro.

Jika 5 juta kawasan gambut di Riau dijadikan budidaya hanya akan menguntungkan korporasi karena mereka yang mampu mengelola gambut, tapi akibatnya akan ditanggung rakyat kecil.

“DPRD Riau membuat korporasi menikmati keuntungan, dan rakyat yang menderita,” kata Hendro

Pansus RTRW Provinsi Riau yang dibentuk oleh DPRD Riau tidak pernah melakukan uji publik kepada masyarakat dan melakukan uji publik, bahkan anggota pansus mengatakan bahwa Draft RTRWP tidak bisa dibuka sebelum disahkan.

“Ini jelas tidak sesuai dengan semangat keterbukaan informasi publik, dimana semua data dan informasi yang dihasilkan dari uang rakyat wajib untuk dibuka,” kata Hendro.

Proses yang tidak transparan tersebut menyebabkan masyarakat, mahasiswa tidak bisa melakukan kontrol dan memberikan masukan saat penyusunan RTRW dan rawan akan terjadiya tindak pidana korupsi dengan para pemilik kepentingan akan lahan, seperti korupsi yang dilakukan oleh mantan Gubernur, Annas Maamun.

Selain itu proses yang tidak transparan diduga kuat menjadi penyebab lahirnya ranperda yang tidak berkeadilan ini.

“Kami meminta Kementerian dalam negeri tidak menyetujui Ranperda RTRWP Riau karena tidak transparan dan tidak memberikan ruang bagi masyarakat sebagai penerima manfaat tata ruang untuk memberikan masukan. Kami  juga meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan adanya praktek korupsi dalam penyusunan dan pembahasan Ranperda RTRW Provinsi Riau yang tidak transparan oleh Gubernur Riau dan DPRD Riau,” Pinta Koordinator Aksi.

Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar