Daerah

Marak di Inhil, Yudhi: Penukar Uang dengan Permen Terancam Pidana

Yudhia Perdana Sikumbang, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) RAM Indonesia perwakilan Inhil
GAGASANRIAU.COM, TEMBILAHAN - Akhir-akhir ini banyak di temukan keluhan masyarakat khususnya yang berbelanja di minimarket/swalayan yang berada di Kota Tembilahan, Kabupaten Inhil, Riau. Dimana terdapat pihak penjual apabila mengembalikan uang dengan pecahan yang kecil di tukar menjadi permen, dan si penjual tanpa ada basa basi menggantikan uang kembalian dengan permen tersebut. 
 
Menanggapi keluhan masyarakat tersebut, GAGASANRIAU.COM mencoba meminta tanggapan pihak yang berkompenten, untuk memberikan pandangan hukum tentang praktek yang memberatkan konsumen tersebut. 
 
Ialah Yudhi Perdana sikumbang, merupakan Advokat muda asal Kabupaten Inhil. Ketika di wawancarai tentang hal ini di kantornya, ia mengatakan, pada dasarnya, apabila terjadi kesepakatan perihal penggunaan permen sebagai pengganti uang kembalian tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi bahwa jika konsumen diberikan kembalian permen sebagai pengganti uang kembalian pecahan kecil dan konsumen tidak mau diberikan kembalian permen, dalam hal ini konsumen berhak menolak. 
 
"Karena apabila konsumen merasa dirugikan tentu bisa mengadukan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) terkait atau pihak kepolisian. Mengadukan pelaku usaha/penjual jika tetap ngotot menggantikan uang kembalian pecahan kecil dangan permen," kata Yudhi Ketua LBH RAM Indonesia Perwakilan Inhil, menjelaskan kepada GAGASANRIAU.COM, Sabtu malam (7/10/2017)
 
Dijelaskannya, pertama, jika dilihat dalam pasal 15 UU Perlindungan Konsumen yang mengatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
 
Kedua, permen bukanlah mata uang, Karena berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (“UU BI”), menurut Pasal 2 ayat (3) UU BI, setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara RI wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia. 
 
"Jadi ada dua UU yang mengancam disini, pertama UU perlindungan konsumen dan UU BI. Adapun sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen ini berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)," tegasnya 
 
Dan sanksi-sanksi bagi yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan Pasal 65 UU BI adalah diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). 
 
"Karena apapun yang menjadi ancaman diatas bukan serta merta kemudian dianggap adalah Berlebihan, 'hal sepele gini kok dipidana' ini hanya suatu bentuk himbauan bahwa perihal tersebut, ada juga loh aturannya. Artinya apa, negara masih menjamin hak-hak kita sebagai konsumen. Jangan kemudian disepelekan. Ya saya berharap masyarakat mengetahui haknya sebagai konsumen bahwa ada UU yang menjamin mengenai ini," pungkasnya 
 
Reporter: Daud M Nur 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar