Pantauan Jikalahari, Medio Januari-Agustus, Karhutla di Areal Korporasi

Kapolri Diminta Naikkan Penyidikan 49 Korporasi Pelaku Karhutla pada 2014 – 2016.

Grafik Jikalahari soal penegakan hukum Korporasi
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Organisasi Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan bahwa titik api sejak Januari hingga Agustus 2018 total ada 2.314 hotspot (titik api) di Provinsi Riau. Dengan confidence (tingkat kepercayaan) lebih dari  70 persen sekitar 1048 titik yang berpotensi menjadi titik api.
 
Data tersebut disampaikan Jikalahari berdasarkan pemantauan yang mereka lakukan yang diterima GAGASAN melalui rilis pers, Senin, 20 Agustus 2018. Dan Hotspot tersebut terlihat berada di areal korporasi, kawasan gambut dalam, areal konservasi dan moratorium.
 
Dirincikan Jikalahari, hotspot paling banyak di PT Satria Perkasa Agung (107 hotspot), PT Rimba Rokan Perkasa (66 hotspot), PT Sumatera Riang Lestari (29 hotspot), PT Ruas Utama Jaya(29 hotspot), PT Diamond Raya Timber (39 hotspot), PT Suntara Gaja Pati (26 hotspot), PT Riau Andalan Pulp & Paper (9 hotspot), PT Bhara Induk (10 hotspot)dan PT National Timber Forest Product/ PT Nasional Sagu Prima (13 hotspot).
 
Hotspot-hotspot ini bermunculan di kawasan gambut dengan kedalaman rata-rata 1 meter hingga melebihi 4 meter.
 
Kemudian korporasi-korporasi ini terang Jikalahari terafiliasi dengan APP Group dan APRIL Group.
 
Selain itu juga diungkapkan Jikalahari, BPBD Riau juga merilis data, total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang 14 Januari – 12 Agustus 2018 mencapai 2.891,51 ha.
 
Kebakaran terluas terjadi di Kepulauan Meranti sekitar 938, 31 ha, Rokan Hilir 488,85 ha, Bengkalis 423 ha, Dumai 396,75 ha, Indragiri Hulu 289,5 ha, Siak 136,5 ha, Pelalawan 92,5 ha, Pekanbaru 44,6 ha, Kampar 41 ha dan Indragiri Hilir 37 Ha2.
 
Hasil investigasi Jikalahari sejak 2014 hingga 2018 juga menunjukkan karhutla sering terjadi dalam areal korporasi dan berada di kawasan gambut dalam.
 
Pada 2016 Jikalahari melaporkan 49 korporasi pelaku karhutla pada 2014 – 2016 ke Polda Riau, KLHK, BRG dan KSP. Ada 29 korproasi yang lahannya terbakar merupakan anak perusahaan atau berafiliasi dengan APP dan APRIL Group.
 
Hasil investigasi menunjukkan kebakakaran terjadi di dalam areal korporasi dan berada di daerah gambut serta ditanami kembali paska kebakaran pada 2014 dan 2015.
 
Hingga kini, perusahaan–perusahaan ini tak juga di proses secara hukum. Paska kebakaran hebat pada 2015, Polda Riau mengambil langkah berani menetapkan 18 korporasi dan 95 orang sebagai tersangka.
 
Namun secara bertahap pada 2016 Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap 15 korporasi diterbitkan. “Korporasi tidak jera melakukan pembakaran hutan dan lahan karena lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi, bahkan ketika sudah masuk proses peradilan, hukuman yang diberikan juga tidak maksimal, sehingga efek jera dan memiskinkan korporasi tidak benar-benar berdampak,” kata Made Ali Koordinator Jikalahari.
 
“Akibatnya hutan dan gambut terus terbakar dan akibatkan kerusakan lingkungan yang sangat masif.
 
“APP Group menginvestasikan US$ 3,8 juta atau setara Rp 52,6 miliar untuk persiapan Asian Games. jumlah ini tidak setara dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembakaran hutan dan lahan serta kerusakan gambut di areal korporasi yang terafiliasi dengan APP,” kata Made Ali.
 
Keuntungan bagi korporasi membuka lahan dengan cara bakar sangat besar dibandingkan membuka lahan dengan cara konvensional.
 
Menurut kesaksian Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan dalam persidangan perkara karhutla di Riau, Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr, untuk membuka dan membersihkan lahan dengan cara bakar hanya memerlukan biaya Rp 5 – 10 juta per hektar. Namun jika menggunakan alat berat dan zat- zat kimia lainnya, butuh biaya mencapai Rp 45 – 50 juta per hektar.
 
Untuk itulah terang Made, pihaknya Jikalahari merekomendasikan kepada Kapolri segera menaikkan ke penyidikan 49 korporasi pelaku karhutla pada 2014 – 2016. Selain itu juga mendesak Mendagri mengambil alih tugas Gubernur Riau karena telah gagal menghentikan Karhutla di Riau.
 
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar