Opini

Gonjang-Ganjing Politik 2019, Kita Butuh Gagasan Bukan Permusuhan

Deklarasi Gubernur Riau bersama Forkompinda se Provinsi Riau Pemilu tahun 2019 aman, damai, sejuk dan kondusif di sebuah hotel di Pekanbaru Selasa 4 September 2018
Dipimpin oleh Gubernur Riau, Arsyadjulinadi Rachman didampingi wakilnya Wan Thamrin Hasyim bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) terdiri dari Kapolda Riau diwakili Wakapolda Riau Brigjen Pol Drs HE Permadi,MH, Danrem 031 Wira Bima Brigjen TNI Sonny Aprianto, Kabinda Provinsi Riau Marsma TNI Rakhman Haryadi,SA,MBA,MSc, Ketua Pengadilan Tinggi Riau  H.Adam Hidayat Abu Atiek,SH,MH,  Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Uung Abdul Syakur,SH,MH, Ketua KPUD Provinsi Riau Nurhamin.
 
Tidak hanya itu, Bupati dari 10 Kabupaten dan 2 Walikota disertai jajaran Polres, Kodim serta Kejari di Bumi Lancang Kuning hadir di sebuah hotel di Pekanbaru Selasa 4 September 2018 dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
 
Mereka menggelar Deklarasi Bersama Pemilu tahun 2019 aman, damai, sejuk dan kondusif untuk menghadapi tahun politik kedepan.
 
Mereka sadar, tahun politik 2019 kedepan akan menjadi tahun yang berat. Ditengah kondisi politik yang semakin memanas pasca sudah terdaftarnya dua pasang calon presiden Jokowi-Maaruf dan Prabowo-Sandiaga Uno usai mendaftar ke KPU RI beberapa waktu lalu.
 
Praktis hal tersebut semakin terpetakan dua kubu besar yang meramaikan pesta demokrasi 2019 mendatang.
 
2019 akan menjadi tahun yang sangat berat bagi pemangku kebijakan, karena agenda politik selain Pilpres juga secara bersamaan akan digelar juga Pemilihan Legislatif (Pileg). Pileg ini sendiri, terbagi menjadi 3 bagian yakni pemilih akan memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat dan anggota DPD RI.
 
Peran TNI-Polri akan menjadi sorotan, karena selaku aparatus negara yang harus bersikap netral, mereka juga dihadapkan pada tantangan untuk menjaga agar pada agenda pesta demokrasi nanti berlangsung aman tanpa huru-hara yang dapat menyebabkan terjadinya korban materi maupun nyawa.  
 
TNI-Polri dihadapkan pada kondisi dalam pusaran dua kubu besar pendukung. Mereka adalah anak kandung bangsa ini yakni rakyat pemilih. Rakyat pemilih dengan kondisi terhalusinasi oleh mainan-mainan jargon masing-masing elit-elit politik.
 
Isu Suku Agama, Ras Antar golongan (SARA) harus diwaspadai sedini mungkin. Karena dengan isu SARA ini cara paling ampuh untuk memperoleh dukungan dan alat untuk memecah belah persatuan bahkan memicu permusuhan abadi antar anak bangsa.
 
Berkaca dari pemilu 2014, hingga Pilkada DKI Jakarta lalu, isu SARA disinyalir menjadi menjadi penyebab utama perseteruan dua kubu pendukung yang susah untuk didamaikan hingga saat ini.
 
Pilpres 2019 ini seperti tarung ulang dua jagoan pada Pilpres 2014 lalu meskipun berbeda Calon Wakil Presiden (Cawapres) nya.
 
Hal ini patut menjadi perhatian, pasalnya dua kubu ini akan kembali memanaskan suhu politik nasional. Dua kubu pendukung jika tidak dikelola dengan pendidikan politik yang mencerdaskan akan menjadi pendukung beringas dan irasional.
 
Mengulangi cara berdemokrasi dengan isu SARA adalah hal yang bodoh dan tidak bermartabat dalam peradaban bangsa ini. Politik Rasisme justru akan memporak-porandakan kedamaian bangsa ini yang sudah terbangun berpuluh-puluh tahun.
 
Kedepan, elit politik dari kedua kubu harus mampu menciptakan demokrasi yang bermartabat. Melahirkan kepemimpinan yang beradab sesuai dengan asas Pancasila dan UUD 1945. Rakyat sebagai anak kandung dari bangsa ini membutuhkan kepemimpinan yang lahir dari proses demokrasi yang sah bukan dari cara BARBAR.
 
Politik identitas adalah langkah mundur dalam berdemokrasi, tidak sesuai dengan asas Pancasila. Rakyat butuh GAGASAN. Gagasan cara membangun negara ini lebih baik. Gagasan hasil berpikir yang sehat agar bangsa ini bermartabat, berdaulat secara politik, ekonomi dan budaya. Bukan cara BARBAR dan PERMUSUHAN, karena rakyat ingin diperlakukan sebagai manusia.
 
 
Salam Hangat
Redaksi 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar