Lingkungan

Pemprov Riau Dituding Setengah Hati Alokasikan Perhutanan Sosial

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) sorot dan tuding Pemerintah Provinsi Riau tak komitmen mengelokasikan lahan perhutanan sosial (PS). Bahkan mereka menilai Pemprov Riau bersikap separuh hati terkait komitmen tata kelola hutan seperti pencanangan program pemerintah pusat. 
 
Demikian disampaikan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) bersama Mitra Insani saat menggelar media briefing, Kamis (6/9/18). Mereka mengatakan Pemrov separuh hati, padalah sumber daya alam hutan menempati peran sangat penting untuk mempertahankan sistem kehidupan serta mempertahankan daya dukung lingkungan yang cukup bagi manusia di Riau.
 
Padahal terkait dengan tata kelola kehutanan, pemerintah telah menerbitkan program perhutanan sosial. Dalam program ini, pemerintah mendorong semangat hutan lestari dan rakyat sejahtera. Konsep dasarnya adalah pemerintah melibatkan masyarakat dalam pelestarian hutan atau menghutankan kembali kawasan hutan yang rusak dengan pola kemitraan. Negara memberikan akses lahan hutan yang rusak untuk mengelola dan menghutankan kembali dan mencarikan pembiayaanya sehingga rakyat bisa berdaya.
 
Namun Herbet menilai pencapaian target PS di Riau masih kecil. Dari luasan indikatif PIAPS Provinsi seluas 1,42 juta hektare (ha), "Saat ini hanya baru 6 persen ijin PS yang diterbitkan di kawasan seluas 84,885 hektare," ungkap Herbet Direktur YMI dalam paparannya saat diskusi media yang bertemakan "Komitmen Setengah Hati?"
 
Padahal pemerintah provinsi dan pusat harus memberikan dukungan yang nyata dan signifikan untuk pencapaian dan implementasi Perhutanan Sosial di Provinsi Riau.
 
Penggiat Perhutanan Sosial ini menyebutkan, hutan sosial ini diwujudkan dapat mengentaskan persoalan kemiskinan, konflik, dan kerusakan ekologis bagi masyarakat di sekitar dan di dalam hutan. 
 
Kondisi ini sangat disayangkan Mustafa, tokoh masyarakat Kelurahan Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Karena bagaimana pun perhutanan Sosial memiliki potensi ekonomi besar bagi masyarakat perdesaan.
 
Apalagi, tambahnya, ekonomi masyarakat Inhil pada umumnya dalam keadaan sulit menyusul anjloknya harga kelapa serta maraknya aktivitas perikanan ilegal, seperti penangkapan ikan menggunakan pukat harimau dan racun/tuba. "Mata pencarian masyarakat Inhil menyoritas adalah petani dan nelayan," tukasnya.
 
Oleh sebab itu, diskusi ini merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Riau (1). Menjadikan dan memuat isu Perhutanan Sosial dalam arah kebijakan Pembagunan
Daerah (RPJMD) 2019 -2023. lsu Perhutanan Sosial harus dimuat dan diterjemahkan dalam Arah Kebijakan, Prioritas Program, dan Anggaran Daerah tahun 2019 - 2023.
 
(2). Mereview dan merevisi struktur kelembagaan Tim Teknis Pokja PPS di tingkat Provinsi dengan mengutamakan personel yang memiliki keberpihakan dan leadership pada pencapaian PS.
 
(3). Pemerintah Provinsi dalam hal ini DisLHK tetap menindaklanjuti usulan PS yang ada
dengan mengacu pada PermenLHK No. 83/2016 tentang Perhutanan Sosial.
 
Sedangkan untuk Pemerintah Pusat/Kementerian LHK diminta untuk segera menerbitkan aturan khusus pengakuan PS diwilayah gambut untuk menjawab kebutuhan hadirnya aturan yang mengatur dibolehkannya Perhutanan Sosial di kawasan gambut.**
 
Editor: Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar