Hukum

Membahayakan Keberlanjutan Indonesia, Inpres Moratorium Sawit Harus Sasar Kredit Korporasi

Maybank Penyandang Dana Sawit Terbesar menyebut pada periode 2010-2016
GAGASANRIAU.COM, JAKARTA - Organisasi Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia menyatakan bahwa Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang terbit pada 19 September 2018, belum menyasar lembaga jasa keuangan yaitu perbankan.
 
Disampaikan Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif Tuk Indonesia kepada Gagasan dalam rilis pers yang diterima pada Selasa (9/10/2018), bentuk moratorium fasilitas pembiayaan dalam bentuk utang, penjaminan saham dan obligasi bagi korporasi yang hendak melakukan ekspansi kebun sawit perlu diberlakukan.
 
“Moratorium pemberian kredit ini juga berlaku pada lembaga pembiayaan nasional maupun internasional,” katanya. (Baca Juga Inpres Moratorium Sawit Tak Jelas)
 
Pasalnya kata Rahmawati, berdasarkan temuan TuK Indonesia 25 dari 29 grup perusahaan sawit (4 diantaranya BUMN) dikendalikan oleh 29 taipan, yang setidaknya mengantongi 5,1 juta hektar lahan sawit.
 
"Taipan-taipan itu, Bakrie Grup (Abu Rizal Bakri), Darmex Agro Grup (Surya Darmadi), Harita Grup (Lim Haryanyo Wijaya Sarwono), Jardine Mathheson (Henry Keswick, Skotlandia), Musim Mas (Bachtiar Karim), Provident Agro (Edwin Soeryajaya dan Sandiaga Uno), Raja Garuda Mas (Sukanto Tanoto)" ungkapnya.
 
Selain itu juga lanjutnya lagi ada grup Sinarmas (Eka Tjipta Widjaya), Surya Dumai Grup/First Resources (Martias dan Ciliandra Fangiano), Wilmar Grup (Rebert Kuok, Khoon Hong Kuok dan Martua Sitorus), Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo Grup (George Santosa Tahija), Batu Kawan (Lee Oi Hian dan Lee Hau Hian, Malaysia), BW Plantation (Budiono Widodo), DSN Grup (Theodore Rachmat, Benny Subianto), Gozko Grup (Tjandra Mindharta Gozali), IOI grup (Lee Shin Cheng, Malaysia), Kencana grup (Henry Maknawi), Sampoerna (Putera Sampoerna), Tanjung Lingga Grup (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi Sutanto, Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto), Triputra Grup (Thedore Rachmat dan Benny Subianto).
 
Kemudian juga Rahmawati mengungkapkan bahwa Bank-bank yang memberikan pinjaman kepada para taipan: HSBC, OCBC, CIMB, Mitsubishi UFJ Financial Grup, DBS, Sumitomo Grup, Bank Mandiri, United Overseas Bank, Mizuho Financial Grup, Commonwealth Bank Of Australia, Rabobank, BNI, BRI dan Citi Bank.
 
"Bank-bank itu berasal dari Indonesia, Amerika, Singapura, Malaysia, Jepang, Australia, Belanda dan Perancis" ujarnya.
 
Rahmawati juga mengungkapkan berdasarkan laporan TuK dan Profundo pada November 2017 berjudul Maybank Penyandang Dana Sawit Terbesar menyebut pada periode 2010-2016. Maybank menyediakan kurang lebih US$ 3.9 miliar dalam bentuk pinjaman dan Penjaminan Emisi Efek untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit.
 
"Setara dengan sekitar 11 persen dari semua pendanaan yang disediakan untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit terpilih" ujarnya.
 
Faktanya lagi lanjut Rahmawati, pada tahun 2016 saja, Maybank menyediakan 60 persen dari semua pinjaman dan Penjaminan Emisi Efek untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit terpilih.
 
Kemudian pada 2016, jumlah total aset Maybank US$ 164 miliar dan menghasilkan laba sebesar US$ 1.6 miliar. 69 persen dari pendapatan Maybank pada tahun 2016 dihasilkan di Malaysia, 12 persen di Singapura, dan 11 persen di Indonesia. Operasi Maybank di Indonesia mendapatkan laba bersih terbesar pada tahun 2016, dengan peningkatan tahun-per-tahun sebesar 71 persen.
 
Melalui pemberian pinjaman, obligasi dan pelayanan Penjaminan Emisi Efek penerbitan saham, dan juga penanaman modal dalam bentuk obligasi dan saham, dari 20 perbankan yang berasal dari Amerika, Singapura, Inggris, Tiongkok, Norwegia dan Jepang memungkinkan Maybank menyediakan kredit ke dalam sektor minyak kelapa sawit.
 
Selain mendanai lima perusahaan di atas, Maybank juga kata Rahmawati, mendanai grup Wilmar, Harita, Salim, Sinarmas, Sime Darby, KLK, Batu Kawa, Jadine Mattheson yang punya anak-anak perusahaan di Riau.
 
Menurut Rahmawati, TuK mencatat, investasi tak berkelanjutan negara-negara lain membahayakan keberlanjutan Indonesia.
 
"Dapat disimpulkan bahwa kondisi keuangan dunia masih terus mendukung situasi ketidakberlanjutan, melalui pembiayaan sektor-sektor yang membahayakan dan merisikokan hutan, lingkungan serta kesejahteraan masyarakat" katanya. 
 
Menurut Rahmawati, kondisi ini perlu dan harus segera diubah. "Uang bisa diibaratkan seperti peluru, dia punya daya rusak, daya bunuh, bila disalurkan membiayai kegiatan yang tidak berpihak pada keadilan" ujarnya.
 
Untuk kata Rahmawati, sinergi dengan KPK dan Otoritas Lembaga Jasa Keuangan dalam rangka evaluasi perizinan, dinilai penting Pemerintah untuk bersinergi dengan KPK yang sejauh ini telah sangat gencar melakukan upaya pencegahan korupsi di sektor sumberdaya alam melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam.
 
Dicontohkan Rahmawati, di Riau, KPK bersama Gubernur Riau pada Februari 2015 telah menyusun 19 Renaksi Pemda Riau (Gubernur dan Bupati/Walikota), salah satunya Penataan Perizinan Kehutanan dan Perkebunan. KPK juga telah memverifikasi hasil temuan Pansus Monev Perizinan DPRD Riau.
 
"Tiga tahun kemudian, KPK bersama Pemprov Riau menyusun Rencana Aksi Pencegahan Korupsi di Sektor Perkebunan" ujarnya.
 
“Empat hal tersebut jangan ada moratorium penegakan hukum, perluas hingga moratorium kredit perbankan, perluas hingga evaluasi perizinan di era Zulkifli Hasan dan bekerjasama dengan KPK dan OJK, bila dilaksanakan tata kelola sawit dapat dibenahi dan pendapatan negara dari sektor sawit meningkat hingga sawit Indonesia yang bebas dari NDPE dapat diterima pasar internasional,” tegas Rahmawati.
 
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar