Riau

Diadukan LAM Inhu, DPRD Riau Undang 4 Perusahaan Hearing

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU -  Sebanyak 4 perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) akan diponggil oleh Komisi III DPRD Riau. Hal ini sehubungan dengan adanya laporan dari Lembaga Adat Melayu Kabupaten Indragiri Hulu lantaran perusahaan-perusahaan yang diduga tidak menunaikan kewajibannya terhadap masyarakat tempatan
 
Untuk itu, DPRD Riau memfasilitasi pertemuan dengan antara LAM Inhu dengan empat perusahaan yang beroperasional di Kabupaten Inhu. Hadir pula perwakilan dari Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan (DTPHP). 
 
"LAM Inhu lapor ke kita ada empat perusahan yang berdiri lama tapi tidak bermanfaat bagi masyarakat. Mana CSRnya? mana plasmanya? Jadi kita lakukan hearing dengan perusahan itu bersama dinas terkait. Karena HGU harus memfasilitasi kebun masyarakat mininal 20 persen plasma," jelas Ketua Komisi III DPRD Riau Erizal Muluk di Pekanbaru, Senin (18/3/2019). 
 
Politisi Golkar ini mengatakan dari empat perusahaan, hanya dua perusahaan yang hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut. Meski begitu, Pihaknya tetap akan menelusuri pelanggaran aturan yang dilakukan. 
 
"Kita juga cek luas lahan yang dimiliki, makanya kita undang dinas terkait untuk masalah ini," ujar dia. 
 
Erizal menambahkan, LAM Inhu bisa menuntut perusahaan tersebut jika yang disampaikan oleh pihak perusahaan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 
 
"Apakah jawaban perusahaan tadi sudah sesuai jika dilihat langsung oleh LAM di lapangan. Manfaaat yang disampaikan oleh perusahaan tadi benar atau tidak. Kita juga akan cek nanti ke lapangan," ujar dia. 
 
Dalam laporannya masyarakat menginginkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor : 98 tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, khususnya mengenai plasma masyarakat dapat dibangun dari lahan di luar konsesi yang luasnya setara dengan 20 persen HGU, dapat diterapkan.
 
Sementara itu, Ketua LAM Inhu Datuk Seri Marwan MR mengatakan pada dasarnya keberadaan perusahaan atau badan usaha investasi itu harus mampu mewujudkan kemakmuran bagi masyarakat tempat ia beroperasi sesuai aturan hukum yang berlaku.
 
"Apapun perbuatan baik itu, ketika tidak taat hukum, maka hasilnya mungkin akan kurang baik," ujar Datuk Marwan.
 
Dia kemudian menjelaskan mengenai keberadaan sejumlah perusahaan yang berada di Inhu. Dikatakannya, pada awal perusaahan itu akan memulai usahanya, ada perjanjian-perjanjian yang mengikat. 
 
"Kemudian dalam perjalanannya, ini banyak diingkari," kata dia.
 
Dikatakannya, ada perjanjian dengan pola kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat adat tentang pengelolaan hutan tanah ulayat yang sudah tersedia oleh masyarakat. Pola kemitraan itu, katanya, semacam pola bagi hasil dan sebagainya. 
 
"Ini yang barangkali tidak berjalan sampai saat ini. Sementara perusahaan telah mendapat manfaat dari pengelolaan kawasan tersebut," kata Marwan.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar