Hukum

M Amri Tewas Diterkam Harimau, Grup APP dan KLHK Diminta Bertanggungjawab

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU — Organisasi lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta agar grup perusahaan APP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggungjawab atas kematian seorang warga karena diterkam oleh harimau sumatera.
 
Lantaran, kabar duka yang menyelimuti masyarakat di Desa Tanjung Simpang Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Inhil. Dengan tewasnya M Amri, 32 tahun. Dia tewas akibat diserang harimau di kanal sekunder 41 PT Riau Indo Agropalma (PT RIA), anak perusahaan Asia Pulp & Paper (APP) Grup.
 
“Peristiwa ini kembali terulang karena KLHK tidak bertindak mereview perizinan perusahaan di Lansekap Kerumutan. Padahal Januari 2018 Jikalahari sudah mendesak KLHK untuk mereveiw AMDAL dan izin lingkungan perusahaan di areal ini pasca peristiwa Jumiati,” kata Made Ali Koordinator Jikalahari dalam keterangan pers nya 24 Mei 2019 kepada Gagasan.
 
Dimana, sebelumnya kata made, Jumiati dan Yusri juga meninggal di terkam harimau saat sedang bekerja di PT Tabung Haji Indo Plantation pada Januari dan Maret 2018. PT THIP merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berafiliasi dengan Wilmar Grup.
 
“Kali ini PT RIA bertanggung jawab atas kematian M. Amri karena sengaja ataupun lalai membiarkan habitat Harimau Sumatera kehilangan hutan alamnya, yang semestinya masuk wilayah habitat satwa di dalam AMDAL PT RIA,” kata Made Ali.
 
Hutan alam itu kata Made, ditebang oleh PT RIA pada 2013 sesudah komitmen FCP APP di terbitkan.
 
Kemudian lanjut dia, pada 5 Februari 2013 Sinar Mas Group Asia Pulp & Paper (SMG/APP) mempublikasikan “Kebijakan Konservasi Hutan” (Forest Conservation policy/ FCP) dengan mengumumkan “penghentian penebangan hutan alam di seluruh rantai pasokannya di Indonesia”.
 
Namun lanjut dia pada 5 – 8 April 2013, Eyes On The Forest melakukan investigasi di PT RIA menemukan tujuh unit eskavator yang sedang melakukan pembukaan hutan alam di dalam konsesi.
 
Pembukaan hutan alam ini terang Made, masih dilakukan setelah dimulainya moratorium SMG/APP dari tanggal 1 Februari 2013.
 
Dikatakan Made, PT RIA mendapatkan izin IUPHHK – HTI pada 2006 dengan SK.61/Menhut-II/2006 seluas 9.570 hektar di Kecamatan Pelangiran dan Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir.
 
Diterangkan dia lagi, sebelah utara PT RIA berbatasan langsung dengan PT THIP yang juga masih satu Lansekap Kerumutan, salah satu habitat terbesar Harimau Sumatera di Provinsi Riau.
 
“Pembukaan hutan alam yang dilakukan oleh PT RIA telah melanggar FCP APP yang mereka kampanyekan, bagaimana mereka akan mendukung pelestarian satwa langka yang dilindungi dan terancam punah seperti Harimau Sumatera jika habitatnya di Lansekap Kerumutan rusak" terangnya.
 
Menurut Made, Lansekap Kerumutan salah satunya terdiri atas Suaka Margasatwa (SM Kerumutan) berada di Kabupaten Pelalawan, Indaragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Luasnya sekira 120 ribu hektar.
 
Di dalam lansekap ini kata dia lagi, ada flora dan fauna. Flora: Punak (tetramerista glabra), sagu hutan (adenantera pavonina), gerunggung (cratoxylum arborescens), bintangur (callophylum schoulatrii), resak (vatica waliichi), balam (palaqium sp). 
 
"Fauna: harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatrae), macan dahan (neofelis nebulosa), owa (hylobates moloch), rangkong (bucheros rhinoceros), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan kuntul putih (egretta intermedia)" papar dia.
 
“Korban keganasan Harimau Sumatera bertambah akibat habitat telah rusak oleh korporasi HTI dan sawit yang menebang hutan alam di zona penyangga Lansekap Kerumutan,” kata Made.
 
Made mengatakan Jumiati, Yusri dan M. Amri menjadi korban karena habitat harimau ditelah dirusak oleh korporasi sawit dan HTI di lansekap Kerumutan.
 
Diuraikan Made, dalam lansekap Kerumutan ada 15 korporasi HTI dan HPH dan 7 korporasi Sawit: PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari.
 
PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).
 
Dan 7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi (sawit).
 
"Ini mengakibatkan deforestasi di Lansekap Kerumutan. Pada 2005 luas hutan alam di Lansekap Kerumutan 512.972 ha saat ini tinggal 285.659 ha" terang dia.
 
Menurut catatan Jikalahari Made memaparkan, serangan harimau terhadap warga terus terjadi sepanjang 2017 hingga 2019 di Lansekap Kerumutan. Pertama pada Mei 2017 beredar berita dan video kemunculan Harimau Sumatera di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.
 
Lalu pada 3 Januari 2018 terangnya lagi, Jumiati di terkam harimau saat bekerja di areal PT THIP, masih dilokasi yang sama pada 10 Maret 2018 Yusri juga meninggal di terkam harimau saat sedang membuat sarang walet.
 
Harimau juga kata dia lagi, muncul pada 14 November 2018 di Desa Pulau Burung, Kecamatan Pulau Burung. Harimau berkeliaran disekitar pasar desa dan akhirnya terjebak di lorong ruko pasar. Sampai akhirnya M. Amri menjadi korban selanjutnya pada 23 Mei 2019.
 
“Kematian para korban tidak seharusnya terjadi jika Pemerintah melakukan evaluasi perizinan di Lansekap Kerumutan yang menjadi habitat Harimau Sumatera,” kata Made
 
Ditegaskan Made, atas kejadian tersebut, Jikalahari merekomendarikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera meninjau ulang amdal dan izin lingkungan seluruh perusahaan HTI dan sawit di Lansekap Kerumutan.
 
Kemudian tegas dia lagi, mengehentikan sementara operasional izin PT RIA sembari KLHK membentuk tim investigasi rusaknya habitat harimau di dalam PT RIA yang terkait dengan wilayah jelajah harimau di dalam amdal perusahaan.
 
"Mengevaluasi kinerja BBKSDA Provinsi Riau karena kematian diterkam di lokasi yang sama" tutup Made.
 
Reporter Nurul Hadi
Editor Arif Wahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar