Riau

Jikalahari Minta Polisi Hentikan Pidanakan Warga Kampar Protes Tanahnya Diduga Dirampas PT SBAL

Masyarakat Koto Aman Kampar saat melakukan aksi protes di Pekanbaru beberapa waktu lalu
GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Pihak kepolisian diminta untuk tidak represif dan melakukan upaya penangkapan dan mempidanakan warga yang menyampaikan protes karena untuk menuntut hak mereka karena tanahnya diduga dirampas oleh koorporasi besar. Karena hal itu tidak sesuai dengan program Presiden RI Ir. Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan program reforma agraria untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. 
 
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Made Ali menyikapi penangkapan yang dilakukan oleh Polres Kampar terhadap Dabson aktifis petani yang aktif mendampingi warga Koto Aman menuntut haknya karena lahan mereka diduga dirampas PT Bumi Sekar Alam Lestari (SBAL) pada 31 Mei 2019 kemarin.
 
"Warga yang memprotes atas hak agraria seyogyanya tidak dengan pendekatan pidana, sebab presiden Jokowi sedang menggalakkan reforma agraria" ungkap Made Ali kepada Gagasan Senin malam (3/6/2019).
 
Dikatakan Made, bahwa segala bentuk konflik menyangkut agraria dapat diselesaikan dengan tim Reforma Agraria yang sudah dibentuk oleh Gubernur Riau (Gubri). 
 
"Segala bentuk konfliknya musti diselesaikan melalaui tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang sudah dibentuk oleh pak Syamsuar Gubernur Riau" terang dia.
 
Dimana dalam SK Gubernur Riau tentang pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria tahun 2019 Nomor : Kpts 659/III/2019 salah satunya bunyi keputusannya adalah bertugas mengkoordinasikan dan memfasiltasi penanganan sengketa dan konfilk agraria di tingkat provinsi.
 
Berangkat dari SK GTRA Gubri tersebut, di lain pihak, Anton salah satu aktifis petani yang juga aktif mendampingi warga mengatakan pada kenyataannya persoalaan warga Koto Aman Kampar ini tidak terselesaikan. Bahkan terjadi penangkapan serta upaya pidana oleh pihak kepolisian.
 
 
"Polisi terlalu gegabah yang mudah sekali mengkriminalisasi masyarakat yang menuntut haknya, kami berharap sebelum terlambat polisi segera memberikan kebijakan untuk segera melepaskan kawan kami yang ditahan" kata Anton Selasa siang (4/6).
 
Sebelumnya diberitakan ditangkapnya Dabson ini, membuat warga Desa Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, melakukan protes dengan mendatangi Polres Kampar pada Jumat malam (31/5/2019) sekitar pukul 22.30 WIB.
 
Mereka secara sukarela melakukan tidur massal di halaman Polres Kampar sebagai bentuk protes kepada pihak kepolisian atas ditahannya aktifis petani tersebut.
 
Penangkapan Dabson ini, menurut pihak Kepolisian Resort (Polres) Kampar akan dikenakan dengan pasal berlapis.
 
"Dabson dipersangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang berdampak pada perbuatan pidana lainnya, serta pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan yang secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan" terang Kapolres Kampar AKBP Andri Ananta Yudhistira melalui Kabag Humas nya Deni Yusra kepada Gagasan Senin malam (04/6/2019).
 
 
Dabson ini adalah aktifis petani yang aktif mendampingi masyarakat Desa Koto Aman Kabupaten Kampar ditangkap polisi saat dirinya hendak buang air kecil dirumahnya.
 
 
Ia ditangkap lantaran kerap mendampingi warga Desa Koto Aman, Kabupaten Kampar untuk menuntut hak mereka, sebab tanah adat mereka dirampas PT Bumi Sekar Alam Lestari (SBAL).
 
Aksi protes masyarakat Koto Aman ini dilakukan sejak tahun 2017, namun hingga kini persoalaan mereka seakan tak terselesaikan.
 
Reporter Nurul Hadi
Editor ArifWahyudi


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar