Daerah

Rupiah Sepekan Kedepan Makin Tak Miliki Harga Diri

[caption id="attachment_4986" align="alignleft" width="300"]Rupiah Sepekan Kedepan Makin Tak Miliki Harga Diri Rupiah Sepekan Kedepan Makin Tak Miliki Harga Diri[/caption] gagasanriau.com Jakarta- Pekan ini, Senin-Jumat (7-11 Oktober) rupiah diperkirakan masih dibayangi oleh isu perekonomian AS yang tak kunjung usai dan bergerak terbatas di level Rp11.200—Rp11.500 per dolar AS. Menurut Lana, data ekonomi dalam negeri yang akan dirilis minggu ini seperti cadangan devisa tak akan berpengaruh banyak terhadap rupiah. “Eksternal mendominasi. Data devisa yang bagus hanya bisa menaikkan rupiah paling sehari, [sifatnya] temporer,” terangnya. Berhentinya sebagian kegiatan pemerintahan AS (shut down) karena perdebatan soal batas atas hutang (debt ceiling) memang melemahkan dolar terhadap sebagian besar mata uang Asia. Lana berharap, masalah ini akan selesai pekan ini. Pasalnya jika hingga 17 Oktober, saat hutang AS jatuh tempo, kesepakatan soal debt ceiling belum juga tercapai, hal tersebut akan sangat berbahaya untuk perekonomian global. “Dengan masalah ekonomi yang berlarut—larut ekonomi global akan melambat,” ungkap Lana. Meskipun demikian, kondisi ini justru menguntungkan rupiah. Gonjang—ganjing ekonomi AS memperbesar kemungkinan Federal Reserve (the Fed), Bank Sentral AS, untuk menunda mengurangi jumlah stimulus moneternya (tapering off). Pada saat seperti ini, justru harus siap dan waspada terhadap segala kemungkinan dan kebijakan untuk menopang perekonomian negera tersebut. Walau diterpa faktor ketidakpastian ekonomi global, Lana memaparkan Indonesia diuntungkan dengan perekonomian domestik yang membaik. “Saat ini kita memang cukup diuntungkan dengan konsumsi masyarakat yang masih kuat dan tren inflasi turun.” Menurutnya, pekerjaan pemerintah adalah menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi tetap memberi kontribusi besar untuk produk domestik bruto nasional. “Artinya ekonomi kita masih punya kekuatan kalau kondisi globalnya tidak bagus,” katanya. Dengan kondisi demikian, harusnya secara teoretis rupiah berpotensi menguat karena tekanan dari dolar AS berkurang. Namun, Lana menggarisbahawahi kalau secara fundamental, meski sudah membaik, Indonesia belum terlampau kuat. Kebutuhan dolar yang tinggi dan ekspor yang masih minus masih memberatkan keseimbangan neraca berjalan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor September sebesar US$119,32 miliar. Angka ini menunjukkan penurunan 6,12% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Lana mengingatkan, walau rupiah bergerak relatif melambat pada kisaran Rp11.200—Rp11.500 BI harus tetap waspada. “Level Rp11.500 adalah suatu level yang harus diwaspada, secara teknikal mudah menembus Rp12.000,” katanya. Pada penutupan bursa pekan lalu, Jumat (4/10) rupiah menguat 1,29% ke posisi Rp11.381 per dolar AS di Bloomberg Dollar Index. Adapun BI menetapkan nilai tengah rupiah pada level Rp11.556, melemah dibandingkan dengan penutupan Kamis di level Rp11.556 per dolar. Bisnis


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar