Daerah

Kasus Bioremediasi Chevron, Kuasa Hukum Akan Lakukan Perlawanan

[caption id="attachment_3647" align="alignleft" width="300"]Ilustrasi Penjara Ilustrasi Penjara[/caption]

gagasanriau.com, Pekanbaru-Tim kuasa hukum meminta terdakwa kasus dugaan korupsi pada proyek "bioremediasi" PT Chevron Pasific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah untuk dapat dibebaskan dari segala dakwaan. "Ada empat alasan pokok bagi hakim untuk membebaskan Bachtiar Abdul Fatah dari semua tuntutan jaksa  Kejagung," kata Maqdir Ismail selaki tim dari penasehat hukum terdakwa itu kepada Antara di Pekanbaru lewat surat elektroniknya, Rabu. Tuntutan pembebasan dari dakwaan disampaikan tim kuasa hukum kepada hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Pertama menurut dia, telah terjadi proses hukum yang buruk dalam perkara terdakwa dimana sebelumnya dia juga dipanggil secara paksa untuk proses penyerahan diri penyidik kepada penuntut umum. Untuk diketahui juga, kata dia, bahwa diindikasi atasan penyidik telah membuat keterangan menyesatkan dengan menerangkan se-olah-olah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan putusan peradilan dimana menetapkan kedudukan tersangka Bachtiar Abdul Fatah tidak sah. Padahal, demikian Maqdir, tidak ada keputusan dari MA seperti itu dan ini adalah pelanggaran hak asasi manusia dan bukan penegakan hukum. Dengan kondisi demikian, menurut dia, sangat jelas bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan berkenaan dengan perpanjangan izin proyek bioremediasi. "Bioremediasi" adalah proyek proses pemulihan lahan atau tanah yang terkontaminasi limbah minyak bumi yang telah berlangsung cukup lama di lingkungan Chevron Wilyah Riau. Untuk diketahui, kata dia, dalam proyek "bioremediasi" telah ada pengawasan oleh pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup yang dilakukan secara terus menerus. KLH menurut undang-undang, demikian Maqdir, adalah pihak yang berwenang dan pihak ini juga telah mengkonfirmasi ketaatan Chevron dalam pengelolaan limbah maupun dalam menjaga keutuhan lingkungan. "Yang jelas, ini-pun telah disampaikan ahli yakni Prof. Laica Marzuki dan Prof. Asep Warlan Yusuf di persidangan," katanya. Menurut dia, juga tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan berkenaan dengan pengadaan kontrak induk, karena ada persetujuan terhadap besarnya nilaikontrak oleh BP-Migas (sekarang SKK-Migas). Penandatanganan kontrak lanjutan oleh Bachtiar menurut dia adalah merupakan kewajihan hukumnya sesuai dengan Surat Kuasa dari President Direktur PT CPI dan sesuai dengan kewajibannya sebagai karyawan perusahaan itu. "saya yakin tidak ada kerugian negara dalam proyek bioremediasi, karena Direktorat Jenderal Anggaran telah melakukan offseting sebesar 9,864 juta US Dolar, dari kewajiban SKK Migas atas "under lifting Chevron. "Jumlah yang di offseting ini adalah seluruh biaya yang digunakan untuk kegiatan bioremediasi," katanya. Dengan sejumlah fakta ini, kata Maqdir, maka pemerintah sudah mendapatkan keuntungan dari kegiatan "bioremediasi". Dimana, kata dia, bukan saja tidak perlu membayar kewajiban sesuai dengan perjanjian, tetapi pada saat yang sama mengambil bagian dari Chevron atas bagian biaya "bioremediasi" sesuai dengan PSC masih berada di tangan Pemerintah. Selain itu, menurut dia, juga terjadi kesalahan yang sangat mendasar dilakukan oleh JPU dalam membuktikan surat dakwaan.

antarariau


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar