Daerah

Wakil Ketua MK Minta Penjelasan SBY Soal Perppu

[caption id="attachment_5341" align="alignleft" width="300"]wakil-ketua-mahkamah-konstitusi-hamdan-zoelva wakil-ketua-mahkamah-konstitusi-hamdan-zoelva[/caption] gagasanriau.com ,Jakarta-Mahkamah Konstitusi (MK) akan meminta penjelasan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sehubungan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, atau yang sering kali disebut Perpu Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva  dalam jumpa pers di Kantor MK Jl. Merdeka Barat No.6 Jakarta, Jumat (18/10) mengatakan, penjelasan dari Presiden diperlukan agar penerapan Perpu dapat berjalan sesuai harapan, yakni menegakkan wibawa dan citra  MK. Karena itu, melalui komunikasi dengan Menko Polhukam Djoko Suyanto, MK berharap bisa bertemu dengan Presiden SBY untuk memperoleh penjelasan lebih komprehensif terkait terbitnya Perpu itu. “Kita sudah sampaikan kepada Menko Polhukam agar bisa dipertemukan dengan Presiden untuk mengkomunikasikan hal-hal terkait Perpi itu,” ujar Hamdan. Menko Polhukam, kata Hamdan, telah menyanggupi akan segera berkomunikasi dengan Presiden agar Mahkamah Konstitusi bisa bertemu dengan Presiden untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan implementasi dan konsekuensi dikeluarkannya Perpu itu. Hamdan Zoelva menegaskan, pihaknya tidak ingin mengomentari lebih jauh proses pembuatan dan materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2013, tentang MK yang dikeluarkan pemerintah. Menurut Hamdan,  keputusan mengeluarkan Perpu sepenuhnya kewenangan Presiden,  sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 22. “MK tidak dalam kapasitas menilai Perpu, DPR yang berhak apakah Perpu itu ditetapkan menjadi Undang-Undang atau tidak,” tegas Hamdan. Sementara Patrialis Akbar, salah seorang Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menambahkan, sebelum ada keputusan lainnya dari DPR, maka Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berlaku sejak ditandatangani oleh Presiden. Hamda Zoelva menambahkan, MK masih menunggu proses implementasi Perpu oleh DPR. "Jadi biarkan saja proses itu berjalan sampai ke DPR nanti. Terserah DPR apakah menerima atau menolak. Karena begitulah ketentuan konstitusi mengatur mengenai Perpu," katanya. Adapun mengenai kemungkinan dilakukannya judicial review atau Perpu, menurut Hamdan, jika itu terjadi maka akan dilakukan sebagai sebuah proses peradilan biasa. “Bukan hal istimewa, kalau ada judicial review ya berarti ada proses peradilan untuk menentukan diterima tidaknya,” papar Hamdan sembari menegaskan, MK sendiri tidak memiliki rencana melakukan judicial review atau Perpu tersebut. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Gedung Agung, Yogyakarta, Kamis (17/10) malam mengatakan, Presiden SBY telah menandatangani Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, atau yang sering kali disebut Perpu Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis Etik Menyinggung mengenai pembentukan Majelis Pengawas Etik yang akan dibentuk MK untuk mengawasi Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva mengatakan, MK akan tetap akan melanjutkan pembahasan dan perumusan dewan etik atau Majelis Pengawas Etik meskipun dalam Perpu ditetapkan adanya membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen, dengan tetap menghormati independensi hakim konstitusi. Hasil perumusan tersebut, kata Hamdan, akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Konstitusi. "Kami merasa penting saat-saat sekarang ini saat masih ada kekosongan sebelum implementasi Perpu," katanya. Pada mulanya,  gagasan untuk membentuk Majelis Pengawas Etik itu dari hasil rapat pleno hakim konstitusi pada Sabtu (5/10) hingga Minggu (6/10) dini hari. Hamdan menegaskan, Majelis Pengawas Etik MK bertugas mengolah sejumlah laporan masyarakat mengenai perilaku hakim konstitusi. Setelah itu, Majelis Pengawas Etik MK akan melakukan penyelidikan serta mencari tambahan bukti. Selain itu, Majelis Pengawas Etik MK juga akan bertugas melakukan konfirmasi terhadap sejumlah laporan tersebut kepada pelapor termasuk merekomendasikan pembentukan Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK) setkab


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar