Daerah

Sumut Menanti Kepastian Arbel

[caption id="attachment_6362" align="alignleft" width="300"]Pipa Gas Pipa Gas[/caption]

gagasanriau.com, Medan - Keterlambatan pembangunan pipa gas Arbel (Arbel) hingga tahun 2014 mengecewakan banyak pihak. Terutama kalangan industri di Sumatera Utara yang ‘haus’ akan pasokan gas. Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas) Sumatera Utara Johan Brien mengatakan bahwa keterlambatan pembangunan pipa Arbel membuat pengusaha kelimpungan. Industri di Medan sudah banyak yang tutup karena seretnya pasokan gas.

Lanjut Johan, seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementrian BUMN bertanggung jawab terhadap molornya pembangunan Arbel serta perpindahan Floating Storage and Regasification Unit  (FSRU) dari Belawan ke Arun. “Pemerintah harus menepati janjinya memberikan alokasi gas ke industri. Logikanya orang yang sudah hampir mati, harus ditolong telebih dahulu,” terangnya kepada wartawan, Selasa (12/11/2013).

Menanggapi persoalan di atas, Corporate Secretary PT Pertamina Gas (Pertagas) Eko Agus Sardjono mengatakan pembangunan pipa gas Arbel sedang berjalan. Saat ini, klaim dia, konstruksinya telah mencapai 10%. Dari panjang jaringan pipa 340 kilometer, 180 kilometer pembebasan lahannya sudah selesai. “Secara teknis tidak ada permasalahan. Kami harapkan selesai Oktober 2014,” ujarnya.

Eko berujar pengembangan Arbel yang memakan investasi US$570 juta tidak akan mangkrak seperti jaringan pipa Semarang-Gresik. Pasalnya, sebanyak 120 mmfscd sudah di-booked oleh PLN Medan. “Jadi ini berbeda dengan Semarang-Gresik yang tidak ada source dan pembelinya. Kalau ada anchor buyer, maka pipa layak untuk dibangun,” sambung dia. Seperti halnya kalkulasi pembangunan jalan tol dan jumlah kendaraan yang akan lewat.

Adapun untuk biaya toll fee-nya, Eko memperkirakan mencapai US$2 per mmbtu. Meski demikian, harga tersebut merupakan perkiraan awal. Nantinya, akan menyesuaikan dengan investasi mutakhir. “Diusahakan di bawah US$2 per mmbtu,”sambung dia.

Johan berharap ke depan, Pertamina tidak lagi menjual gasnya kepada trader. Sebab ketika Pertamina menjual gas ke trader maka kenaikkan harga gas tidak bisa dihindari. “Kenapa Pertamina tidak langsung menjual gas ke PGN yang memiliki infrastruktur pipa. Sehingga harganya jauh lebih murah karena mata rantai penjualannya sedikit,” katanya.

Johan mengatakan semakin lama penundaan pembangunan pipa Arbel terjadi, maka semakin besar juga cost yang akan ditanggung oleh industri. Apa lagi kondisi listrik di Sumatera Utara yang tergantung dari pasokan gas. Padahal industri di Sumatera Utara sedang mengalami peningkatan guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, ketika harga energi sangat tinggi, niscaya produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri.

Tambah dia, saat ini pemadaman listrik di Sumatera Utara semakin parah. Dalam sehari pemadaman listrik bisa terjadi dua kali. Mati listrik bisa terjadi selama tiga jam.

Rilis


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar