Daerah

Dipo: Pemilik Stasiun TV Jangan Jadi 'Kodok Bangkong'

gagasanriau.com ,Jakarta-Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam membenarkan sinyalemen Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai adanya kecenderungan pemilik media yang melakukan intervensi tidak sehat sehingga menghilangkan kemerdekaan pers dalam menjalankan misinya.

Ia menuding sejumlah pemilik stasiun televisi (TV) yang menjadi pimpinan Partai Politik (Parpol) memanfaatkan frekuensi publik untuk kepentingan politiknya.

 

“Walau kinerjanya belum diketahui rakyat banyak, parpol dan Capres (calon presiden) elektabilitas rendah buat taktik asal kritik pemerintah di TV nya, puas sendiri. Mereka kodok bangkong gelembungkan tenggorokannya,” kata Dipo Alam melalui sambungan telepon, Kamis  (19/12) pagi.

 

Seskab menunjuk teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) beberapa waktu lalu terhadap 6 (enam) stasiun televisi yang dinilai tidak proporsional dalam menyiarkan berita politik. Keenam stasiun TV yang dapat teguran itu adalah RCTI, MNCTV, Global TV, ANTV, TV One, dan Metro TV, yang seluruhnya pemilik saham utamanya berafiliasi dengan parpol/capres elektabililtas rendah

 

Dalam pengamatan Seskab Dipo Alam, beberapa TV dipakai kampanye terselubung pemilik atau partainya. Pemiliknya ditampilkan sebagai pahlawan,yang lain diliput bak black campaign. “Memang stasiun televisi yang dimiliki tokoh parpol/capres kampanye dirinya sambil kemas berita seolah pemerintah autopilot, semrawut, dibesar-besarkan agar timbul persepsi negatif di masyarakat,” sebut Dipo Alam.

 

Seskab memperkirakan menjelang 2014, gairah parpol/capres elektabilitas rendah pemilih stasiun TV dalam menyebarkan pemberitaan negatif yang cenderung fitnah akan meningkat. “Mereka akan makin memperbesar kerongkongan berita dirinya,” sindir Dipo Alam sembari mengemukakan, stasiun-stasiun TV itu menangguk banyak keuntungan dari penayangan iklan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau instansi pemerintah.

 

Namun Seskab Dipo Alam mengingatkan tokoh parpol/Capres pemilik stasiun TV agar ‘ojo dumeh’ dengan kekuasaannya karena ada aturan yang tegas pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin siaran.

 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, saat menghadiri puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara di Wisma ANTARA, Jalan Medan Merdeka Selatan 17, Jakarta, Rabu (18/12) sore, Presiden SBY menyebut dua elemen yang merusak kehidupan pers yang merdeka. Pertama, kekuasaan politik otoritarian yang mengontrol pers. Elemen ini menurut Presiden SBY akan menghambat pers sebagai pilar demokrasi. "Ketika kekuasaan politik, kekuasaan negara bekerja seperti itu demokrasi tidak berkembang, pers bisa dibredel, bisa dibubarkan, dan nilai-nilai indah kode etik jurnalistik serta kontribusi pers yang positif terganggu," kata Presiden. Berkat perjuangan reformasi insan pers, mahasiswa, dan semua pencinta reformasi, kata Presiden, negara kita tidak berada pada posisi seperti itu. Kedua, pemilik modal yang melakukan intervensi yang tidak sehat sehingga menghilangkan kemerdekaan pers dalam menjalankan misinya. "Mari kita jauhkan dua campur tangan yang tidak semestinya terjadi dalam kehidupan media dan pers kita. Insya Allah makin kedepan demokrasi kita makin berkualitas, makin matang dan kedua ancaman pers yang konstruktif tadi bisa kita cegah,"  kata Sby.

Setkab


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar