Obral Grasi Kepada Pengedar Narkoba, SBY Cetak Rekor

Ahad, 09 Februari 2014 - 01:56:06 wib | Dibaca: 1940 kali 

Gagasanriau.com ,Jakarta-Anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR RI Eva Kusuma Sundari menilai pembebasan bersyarat (PB) kepada terpidana narkoba asal Australia Schapelle Leigh Corby kontraproduktif terhadap program Badan Narkotika Nasional yang mencanangkan pada tahun depan "zero tolerance".

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menempati rekor pengobral grasi kepada para pengedar narkoba. Sikap ini jelas kontraproduktif terhadap rencana kerja Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk 'zero tolerance' 2015," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Sabtu malam (8/2).

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2), menyatakan bahwa pembebasan bersyarat (PB) dari Kementerian Hukum dan HAM untuk terpidana narkoba Schapelle Leigh Corby sudah sesuai dengan persyaratan substantif dan administratif.

Pemberian PB kepada 1.291 narapidana, termasuk Corby, oleh Kemenkumham diklaim Menkumham Amir Syamsuddin merupakan salah satu unsur pemenuhan hak sesuai dengan peraturan pemerintah (PP).

Lebih lanjut Eva K. Sundari yang juga Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menegaskan bahwa pemberian grasi kepada Corby menunjukkan bahwa Pemerintah tidak menjadikan protes dari masyarakat dan DPR bahan pertimbangan.

"Akibatnya, pemberian grasi tersebut yang memungkinkan dipenuhinya syarat teknis untuk mengajukan PB," kata Eva K. Sundari yang pada pemilu anggota legislatif, 9 April 2014, ikut memperebutkan kembali kursi DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Timur VI.

Eva K. Sundari juga menilai Pemerintah tidak konsisten dengan pernyataan mereka untuk memperketat pemberian remisi, kemudahan terhadap tiga jenis kegiatan, yaitu korupsi, terorisme, dan narkoba. Namun, ternyata untuk kasus narkoba tidak demikian, terutama dengan PB Corby yang sebelumnya diberikan grasi luar biasa.

"Kasihan Polri yang sudah menetapkan bahwa RI pada level darurat karena bukan saja sebagai pasar dan transit, melainkan sudah jadi produsen," katanya.

Ia mengingatkan bahwa kebijakan Presiden dan pemberian PB bisa memicu demoralisasi bagi penggiat pemberantasan perdagangan narkoba maupun masyarakat umum.

"Dengan petisi tersebut, kami sudah melaksanakan kewajiban untuk mengakselerasi aspirasi dan sentimen masyarakat terhadap kasus ini. Keberatan DPR adalah keberatan masyarakat," ucapnya.

Jika Pemerintah mengabaikan, menurut dia, hal ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi untuk memenangkan kepentingan rakyat.

"Kebijakan Pemerintah mungkin legal, tetapi tidak 'legitimate' (sah) dan akuntabel," demikian Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva K. Sundari.(Ant)


Loading...
BERITA LAINNYA