Empat Tuntutan Bakal Menjerat PT NSP, Perusahaan Tersangka Pembakar Lahan

Kamis, 03 April 2014 - 13:35:47 wib | Dibaca: 2051 kali 

Gagasanriau.com, Pekanbaru- Polda Riau menjerat anak perusahaan Sampoerna Agro Group dengan empat perkara dugaan kejahatan, yang artinya tidak hanya berhenti pada kasus dugaan pembakaran lahan di Provinsi Riau.

"Kasus dugaan kelalaian mengakibatkan kebakaran menjadi pintu masuk, dan ternyata setelah dikembangkan didapatkan perkara lainnya," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau AKBP Ari Rahman kepada Antara di Pekanbaru, Kamis (3/4/2014).

Ari Rahman mengatakan pihaknya kini melakukan pelengkapan pemeriksaan terhadap tersangka korporasi, yakni PT National Sago Prima (NSP) dari Sampoerna Agro Group di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. "Ada empat perkara yang menyangkut NSP, semuanya sudah tahap penyidikan," katanya.

Polda Riau yang masuk dalam Satgas Penegakan Hukum Darurat Asap Riau sudah menetapkan 110 tersangka kasus dugaan pembakaran lahan. Di dalamnya termasuk tersangka dari korporasi, yakni PT NSP yang mengantongi izin hutan tanaman industri (HTI) untuk komoditi sagu di Kepulauan Meranti.

Perusahaan tersebut mendapat izin dari Kementerian Kehutanan untuk mengelola konsesi seluas sekitar 21.000 hektare. Kebakaran mulai terjadi sekitar akhir Januari lalu di dalam konsesi dan merambat ke kebun sagu masyarakat di sekitarnya, yang mengakibatkan kebakaran di daerah itu luasnya lebih dari 2.000 ha dan menimbulkan polusi asap.

Dugaan sementara dari kepolisian, pihak korporasi tidak memiliki perlengkapan maupun sumber daya manusia untuk mencegah bahkan untuk menanggulangi apabila terjadi kebakaran di lahan konsesi yang luas sehingga bisa dikatakan ada unsur kelalaian.

Ari Rahman mengatakan, kepolisian sangat serius menangani kasus dengan tersangka korporasi tersebut karena sudah mendapat perintah dari Kapolri Jenderal Sutarman bahwa setiap kasus yang ditangani harus menggunakan mekanisme "multidoors" yang artinya menjerat pelaku dengan berbagai peraturan yang berlaku.

"Yang sudah pasti, perusahaan akan dijerat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Kehutanan sekaligus," kata Ari Rahman.

Ia mengatakan, polisi sudah memintai keterangan banyak saksi mulai dari pihak perusahaan, masyarakat, hingga saksi ahli mulai dari akademisi hingga Kementerian Lingkungan Hidup. Namun, ia mengatakan polisi belum menetapkan tersangka secara khusus meski perusahaan sudah menjadi tersangka.

Menurut dia, penanganan kasus kejahatan lingkungan memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperkuat alat bukti seperti halnya kasus dugaan pembakaran lahan tahun 2013 yang membuat dua petinggi perusahaan kelapa sawit dari Malaysia PT Adei Plantation Industry ditetapkan sebagai tersangka. Kasus PT Adei kini masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan.

"Kasus NSP tampaknya lebih parah daripada PT Adei," kata Ari Rahman

(Ant)

 


Loading...
BERITA LAINNYA