Grup APRIL Perusahaan HTI Bantah Temuan Greenpeace Terkait Operasionanyal Di Pulau Padang

Rabu, 16 Juli 2014 - 08:33:55 wib | Dibaca: 2114 kali 

[caption id="attachment_16337" align="aligncenter" width="600"]Eksavator yang baru saja menebangi pohon-pohon di hutan gambut dalam konsesi PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP), di Pulau Padang, Bengkalis, Riau. RAPP, adalah anak usaha APRIL. © Ulet Ifansasti / Greenpeac Eksavator yang baru saja menebangi pohon-pohon di hutan gambut dalam konsesi PT. Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP), di Pulau Padang, Bengkalis, Riau. RAPP, adalah anak usaha APRIL. © Ulet Ifansasti / Greenpeac[/caption] Gagasanriau.com Pekanbaru-Grup APRIL (Asia Pacific Resource International Limited) perusahaan Hutan Tanaman Industri yang beroperasi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti membantah temuan organisasi lingkungan berdasarkan temuan Greenpeace terbaru,  lewat foto-foto pada akhir Mei 2014, memperlihatkan, pembukaan hutan hujan tropis dan gambut mudah terbakar di Riau, masih berlangsung di dalam konsesi APRIL, perusahaan grup Raja Garuda Mas (RGE) seperti yang dimuat oleh Mongabay.com http://www.mongabay.co.id/2014/07/10/greenpeace-ungkap-april-masih-buka-lahan-gambut-di-riau/. Didalam rilisnya yang disampaikan kepada redaksi Gagasanriau.com melalui surat elektroniknya Rabu (16/7/2014) Jarot Handoko pihak Grup APRIL mengatakan bahwa pihaknya sebelum membangun hutan tanaman (HTI), APRIL meminta pihak ketiga melakukan penilaian secara menyeluruh terhadap areal konsesinya. Areal dengan dengan nilai konservasi tinggi (HCV) diidentifikasi dan dipertahankan sebagai areal konservasi. Terkait foto-foto yang dibeberkan oleh Greenpeace menurut Jarot merupakan wilayah operasional non-HCV yang memang diperuntukan untuk pembangunan HTI. “Kami hanya beroperasi pada daerah yang dinilai tidak memiliki nilai konservasi tinggi”katanya. Ditambahkan Jarot, rencana pengelolaan lahan di konsesi Pulau Padang APRIL juga telah menjadi subjek kajian dan penilaian oleh pemerintah Indonesia dan pihak ketiga lainnya selama dua tahun terakhir. APRIL telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan. “Kami berpegang pada aspek-aspek kebijakan, yang telah kami sampaikan pada bulan Januari tahun ini. Kebijakan Pengelolaan Hutan Lestari (SFMP) terus diterapkan secara konsekuen dan diawasi oleh tim ahli yang  independen, yang tergabung dalam Komite Penasehat Pemangku Kepentingan (SAC).  Kami tetap berkomitment pada konservasi 1 banding 1, yang berarti satu hektar konservasi untuk setiap hektar areal HTI. Kami telah mengidentifikasi dan melindungi area-area bernilai konservasi tinggi (HCV) yang berada dalam konsesi kami sejak tahun 2005”tukasnya lagi. Secara keseluruhan, kata Jarot lagi, pihaknya hanya menggunakan sekitar 50% dari areal konsesi untuk hutan tanaman, dan sisanya menjadi area konservasi atau diperuntukan bagi kebutuhan masyarakat.  Sampai saat ini, APRIL telah melakukan konservasi pada sekitar 250.000 hektar hutan konservasi. Kami menanam 150 juta pohon per tahun pada konsesi kami untuk meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi. Sementara itu, Zulfahmi, juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, riset Greenpeace melalui foto mengungkap pembukaan hutan lebat dan pengeringan gambut di konsesi di Pulau Padang, Riau.  Padahal, dalam kebijakan mereka, perusahaan tak akan mengembangkan lahan bernilai konservasi tinggi (HCV) berdasarkan pada penilaian independen yang ditinjau ulang oleh High Conservation Resource Network (HCVRN). APRIL, katanya,  terus mengklaim di dalam sebuah dokumen yang bocor ke Greenpeace, bahwa mereka mendapat “dukungan kuat” dari WWF dan pemerintah Norwegia untuk kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan.  “Namun, WWF dan Duta Besar Norwegia membantah. Mereka tidak mendukung kebijakan ini,” katanya dalam siaran pers, di Jakarta, Selasa (8/7/14). Zulfahmi, mengatakan, APRIL tertangkap basah mempromosikan diri kepada pembeli bahwa mereka mengklaim memperoleh dukungan pemerintah dan LSM. Namun, saat bersamaan buldoser perusahaan menghancurkan hutan hujan dan gambut Indonesia. “Apakah perusahaan-perusahaan pembeli ini akan jatuh dan ikut pemutaran balik fakta atau mengikuti kepemimpinan Staples dan menunda kontrak dengan perusahaan ini?” katanya Diaz Bagus Amandha

Loading...
BERITA LAINNYA