Gagasanriau.com Pekanbaru-Hakim Tani Ginting yang juga Humas Pengadilan Tinggi Riau hanya diam membungkam dan tak bergeming saat keluarga korban pembunuhan yang disertai mutilasi mengamuk di Pengadilan Tinggi Riau Rabu (8/10/2014).
Alimina Gule, ibu dari korban berinisial FM, dan Dahnan Gea ayah dari korban berinisial MG, bersama puluhan kerabat korban awalnya datang dengan tertib ke gedung Pengadilan Tinggi Riau di Jalan Jenderal Sudirman.
Kecewa dan marah besar saat mendengar penjelasan Tani Ginting langsung berdiri dari kursinya dan menghampiri meja dimana Hakim Tani Ginting dan Dasril berada. Ibu korban tersebut langsung mengamuk dengan memukul meja sambil menangis.
"Kenapa bapak tidak terus terang saja. Apa di Indonesia ini tidak ada hukum ya," teriak Alimina sambil menangis yang kutip dari antara.
Tani Ginting dan Dasril hanya bisa terdiam dikerumini oleh keluarga korban, sedangkan Alimina terus berteriak-teriak meluapkan kekeceweaannya. "Saya rela mati demi keadilan untuk anak saya," katanya sambil menggebrak meja.
Kerabat dari korban lainnya, Faozisokhi Hia, mengatakan pihak keluarga hanya meminta penjelasan yang bisa diterima apabila DP memang terbukti tidak bersalah. Sebab, ia mengatakan sangat berat beban emosional keluarga melihat DP kini bebas berkeliaran.
"Keluarga merasa hati ini tersayat sayat dan kecewa. Kehadiran kami disini adalah keluarga pencari keadilan, karena anak kami dibunuh, dimutilasi dan dijual dagingnya ke kedai tuak. Kalau anak bapak seperti itu, apa perasaan bapak," kata Faozisokhi.
Ia meminta hakim di Pengadilan Tinggi Riau menggunakan nurani untuk memahami posisi keluarga korban dengan memberikan penjelasan perihal pertimbangan putusan bebas tersebut. Hal itu untuk menghindari agar jangan sampai keluarga korban yang tidak terima melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku yang kini bebas.
"Kalau ada novum atau bukti-bukti baru sehingga ini bebas, tolong tunjukan sehingga kami bisa terima bahwa dia (DP) layak bebas. Jangan sampai pihak keluarga merasa hakim main mata dalam kasus ini, karena kalau memang begitu bisa hukum rimba nanti yang berlaku," ujarnya.
Ia juga menyayangkan tidak ada niat baik dari Ketua Pengadilan Tinggi Riau Yohannes Ether untuk menemui keluarga korban dan memberi penjelasan. Padahal, pihak keluarga juga ingin menyampaikan agar pengadilan mengevaluasi kinerja hakim yang memberikan putusan bebas dalam kasus mutilasi ini.
Pihak keluarga mendesak agar Yohannes Ether menemui langsung, atau hadirkan juga hakim-hakim yang menangani kasus tersebut. Namun, Yohannes Ether ternyata malah meninggalkan kantor Pengadilan Tinggi Riau saat pertemuan itu berlangsung.
Sebelumnya, kasus pembunuhan disertai mutilasi anak di bawah umur menggemparkan masyarakat Riau pada Agustus lalu karena korbannya mencapai tujuh orang dan dilakukan dengan sadis. Korban merupakan tetangga tersangka di Kabupaten Siak dan Bengkalis.
Selain dengan tega menghabisi korban yang sebagian besar masih anak-anak, para pelaku juga tega memakan dan menjual daging korbannya ke rumah makan dan kedai tuak. Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus tersebut dengan menangkap empat orang pelaku, yakni yakni Muhamad Delvi (20), beserta mantan istrinya Dita Desmala Sari (19) dan Supiyan (26) serta DP. Polisi menyebut Muhamad Delvi merupakan otak intelektual pembunuhan tersebut, yang dilatarbelakangi motif untuk memperkuat ilmu kebal yang dipelajarinya.
Dalam proses persidangan, Jaksa Penuntut Umum Kejari Siak menuntut DP dengan sembilan tahun penjara, dan vonis hakim PN Siak ternyata lebih tinggi yakni 10 tahun penjara. Dalam persidangan terungkap fakta-fakta bahwa DP ikut terlibat melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap korban FM yang berusia sembilan tahun.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Sorta Ria Neva menyatakan, DP ikut terlibat dalam kasus pembunuhan berencana dan mutilasi terhadap korban FM alias OV, yang berusia sembilan tahun. Hakim menyatakan DP melakukan perbuatan itu secara bersama-sama dengan tiga pelaku lainnya.
Hal yang memberatkan bagi DP adalah, dari fakta di persidangan bahwa saksi Delvi dan Supiyan menyatakan bahwa parang yang digunakan untuk membunuh korban merupakan milik DP. Fakta persidangan juga menyatakan DP ikut serta bersama pelaku lainnya ketika memasukkan potongan tubuh korban mutilasi ke dalam kantong plastik.
Selain itu, hal yang memberatkan lainnya, terdakwa DP tidak melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian, maupun kepada orang tuanya padahal memiliki cukup waktu sebelum ditangkap. Meski begitu, DP mengaku di bawah ancaman dari tersangka Delvi dan Supiyan bahwa akan dibunuh apabila kejadian tersebut dilaporkan kepada orang lain.
Dengan begitu, DP dinyatakan turut membantu dan membiarkan adanya tindak kejahatan meski tidak terlibat langsung dalam pembunuhan.
Brury MP
sumber antara