PT. RAPP Mulai Kuasai Media Massa Untuk Tutupi Aibnya

Sabtu, 11 Mei 2013 - 07:06:59 wib | Dibaca: 2290 kali 

gagasanriau.comgagasanriau.com- Berbagai Upaya dilakukan oleh PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) dalam mengelabui masyarakat untuk memenuhi hasrat mereka untuk menguasai seperempat dari luas hamparan tanah gambut di Pulau Padang.  RAPP sebelumnya mengajukan lahan seluas sekitar 41.205 hektar sebagai lahan Hutan Tanaman Industri.

Luas Pulau padang sendiri  110.000 hektar, namun berdasarkan  informasi dari masyarakat dan juga ketua KPD-STR Pulau Padang Pairan dengan SK Menhut nomor 180 tahun 2013 setelah di revisi luas konsesi PT RAPP dari semula sekitar 41.205 hektar tinggal sekitar 26 ribu hektar, atau berkurang 15 ribu hektar, (riauterkini) menjadi jalan mulus bagi perusahaan menggasak hutan alam di pulau gambut tersebut.

Sementara itu Solidaritas Tolak Aktifis dikriminalisasi (SAKSI) yang terdiri dari berbagai unsur organisasi masyarakat dan aktifis lingkungan  menilai keputusan Menhut memberikan izin operasional PT. RAPP adalah cacat hukum karena Menhut melanggar komitmennya sendiri. "“Kalau pun Menhut sudah mengizinkan PT RAPP beroperasi, itu berarti Menhut telah melanggar salah satu tahapan penyelesaian Konflik Pulau Padang yang menjadi solusi Menhut"Akhwan Binawan dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif  (JKPP).

Salah satunya masyarakat sedang melakukan pemetaan wilayah kelola yang masuk dalam konsesi PT RAPP, Hasil petanya belum selesai. Inti pemetaan, kebun dan rumah masyarakat yang masuk dalam konsesi wajib dikeluarkan,” kata Akhwan Binawan lagi, yang mendampingi masyarakat Pulau Padang melakukan pemetaan sejak PT RAPP berhenti beroperasi.

Pada 2011 Tim bentukan Menhut bernama Tim Mediasi Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau ( SK.736/Menhut-II/2011 tanggal 27 Desember 2011) memberikan dua opsi rekomendasi Revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengeluarkan seluruh blok Pulau Padang dari area konsesi atau Revisi Keputusan Menteri Kehutanan No 327/Menhut-II/2009 dengan mengurangi luasan IUPHHK-HTI blok Pulau Padang.

Merasa di kritik kesalahannya serta untuk memutarbalikan fakta yang terjadi PT. RAPP mulai bersiasat dengan menguasai media massa untuk memberitakan kebohongan dengan mengatur dan memberikan narasumber-narasumber abu-abu dalam melihat kenyataan objektif dilapangan.

Sudah hampir satu pekan ini secara bergiliran media massa memuat berita tentang kondisi yang tidak sebenarnya, dan judul dari beritanya selalu sama. Mulai dari  surat kabar harian, yang selama ini memberitakan tentang kejahatan koorporasi korupsi kehutanan di Riau kali sudah seperti tak bernyali dengan pengaruh iklan yang ditawarkan.

Selanjutnya media-media online ikut-ikutan mulai memuat berita-berita yang sama tentang kondisi terkahir di Pulau Gambut tersebut tanpa melakukan klarifikasi kebenaran rilis berita yang disampaikan sumbernya (RAPP) maupun oknum yang mengatasnamakan masyarakat Pulau Padang.

Tak pelak hal ini akan menjadi kejadian buruk dalam dunia jurnalistik di Riau, dimana PT. RAPP sendiri yang akan menuai untung dari pemberitaan yang menyesatkan banyak orang, sementara itu ada puluhan ribu masyarakat yang hidup pulau tersebut terancam akan kehilangan hak nya serta terjadinya kerusakan alam yang di sebabkan perusahaan bubur kertas itu dengan membabat hutan secara massal dan tidak terkendali.

Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 03 April 2011, tercatat jumlah penduduk yang tinggal di Pulau Padang adalah sebanyak 35224 (Tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh empat ) Jiwa yang hidup di pulau tanah gambut kedalaman 8 hingga 12 Meter.

Hal ini harusnya menjadi perhatian dan kebijaksanaan jurnalis dalam penulisan berita dengan mengedepankan hati nurani dalam memberitakan kebenaran tanpa harus di intervensi kekuatan modal besar yang akan membunuh kebenaran itu sendiri. *Adit*


Loading...
BERITA LAINNYA