Gagasanriau.com Pekanbaru - Lambatnya ditetapkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah serta dilakukannya revisi, diindikasikan telah terjadi praktik jual beli dalam penguasaan lahan kepada koorporasi besar. Dimana seluas 1,6 juta hektar menurut Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau diungkapkan dalam revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Riau, lebih banyak menguntungkan pemodal untuk membangun perkebunan kelapa sawit.
"Kawasan hutan yang diputihkan (dilepaskan) dan dimasukkan ke revisi RTRWP seluas 1,6 juta hektare ada sebagian besar punya cukong-cukong disana. Untuk kepentingan masyarakat yang sebenarnya sangat sedikit sekali," kata Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau, Suhardiman Amby, di Pekanbaru, Kamis (7/5/2015).
Proses revisi RTRWP Riau sudah bertahun-tahun menggantung mulai dari Kementerian Kehutanan, hingga kini institusi tersebut digabung menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemerintah daerah merasa lambannya proses revisi telah "menyandera" laju pembangunan Riau, sementara di sisi lain revisi tersebut disalahgunakan pejabat untuk praktik suap. Contoh paling nyata adalah terseretnya Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun sebagai tersangka setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan dalam kasus suap alih fungsi hutan. Annas Maamun kini masih menjalani persidangan kasus itu di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat.
Menurut Suhardiman Amby, kuatnya dugaan ketidakberesan dalam "pemutihan" kawasan hutan Riau membuat Pansus DPRD Riau berencana untuk memeriksa ulang pelepasan kawasan hutan tersebut. Ia mengatakan, praktik jual-beli kawasan hutan konservasi di Riau nyata terjadi dengan motif menerbitkan Surat Keterangan Tanah oleh oknum pemerintahan.
Ia menduga pengalihan fungsi kawasan hutan secara ilegal terkait dengan keberadaan kebun kelapa sawit yang pertumbuhannya sangat cepat.
"Kita akan bedah pemutihan kawasan hutan ini," ujarnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, saat kunjungan ke Pekanbaru pada Rabu lalu (6/5) menyatakan proses revisi RTRWP Riau belum rampung karena beberapa sebab. Pertama, ia mengakui kasus hukum Annas Maamun menjadi salah satu ganjalan bagi kementerian untuk segera memproses revisi tersebut.
Ia mengatakan, pihaknya tidak mengakui pengusulan pelepasan kawasan hutan lanjutan dari Annas Maamun saat menjadi Gubernur Riau setelah terbitnya Surat Keputusan Menhut No.878/2014 pada 29 September 2014, karena usulan pemutihan hutan itu terkait dengan kasus suap yang ditangani KPK. "Yang bisa kita pakai hanya SK Menhut No. 878," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan masih ada sekitar 5.000 hektare kawasan hutan yang rencananya akan dilepaskan masih memerlukan persetujuan dari DPR RI.
Meski begitu, ia mengatakan pemerintah daerah bisa mengusulkan penggunaan kawasan hutan terlepas dari proses revisi RTRWP apabila memang dibutuhkan untuk kelangsungan pembangunan, seperti proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai dan rel kereta api lintas Sumatera.
Editor Brury MP sumber antarariau