Jelang HTN, ARRRA Desak DPRD Riau Selesaikan Konflik Agraria di Riau

Selasa, 22 September 2015 - 01:48:02 wib | Dibaca: 1865 kali 

GagasanRiau.com Pekanbaru — Menejelang peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 21 September 2015 mendatang, beberapa Organisasi Masyarakat Sipil yang menamakan diri Aliansi Rakyat untuk Reforma Agraria (ARRRA) melakukan aksi ke gedung dewan Provinsi Riau. Mereka agar konflik agraria antara petani dan perusahaan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri dituntaskan dan dilakukan reformasi agraria dengan mengembalikan lahan untuk petani. Hal ini bertujuan agar kedaulatan tani, buruh tani dan rakyat kecil terhadap sumber daya agraria. Massa yang berjumlah sekitar 100-an massa dari SPI, WALHI Riau, JMGR dan GMPKS memulai aksi Pukul 10.30 dari Taman Budaya dan memutar fly over Simpang Harapan Raya menuju Gedung DPRD Provinsi. Setelah melakukan orasi dan aksi photo-up sekitar setengah jam, massa aksi ditemuai oleh Wakil ketua DPRD Riau, Anggota Pansus Lahan DPRD Riau dan beberapa anggota dewan lainnya. Kedatangan Wakil Rakyat ini dimanfaatkan oleh beberapa petani dari SPI untuk menyerahkan secara simbolik beberapa hasil pertanian mereka, seperti ubi dan beberapa jenis sayuran. “Kami terima hasil tani ini untuk kami santap dan penerimaan ubi ini jadi simbolisasi kami dukung perjuangan tani, agar Riau bisa berdaulat secara pangan,”ujar  Noviwaldy Jusman, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Senin (21/9/2014). Setelah itu terjadi dialog antara Perwakilan DPRD Provinsi Riau dengan massa aksi. Beberapa petani dari Tapung menyampaikan konflik yang mereka alami dengan PT. RAKA. “Pembangunan yang mengandalkan investasi di sektor industri ekstraktif telah menunjukkan kegagalannya, petani dan rakyat yang dijanjikan mendapatkan kesejahteraan dari laju investasi, malah sekedar menjadi korban akibat praktik buruk korporasi, bencana ekologis, konflik dan kemiskinan hanya itu yang diperoleh rakyat. Sementara itu, si korporasi yang dimiliki segelintir orang malah terus mengumpulkan pundi kekayaan dari alam Riau,” ujar Kordinator Aksi, Taufik Rahman. Cita-cita Kedaulatan Pangan, tidak akan pernah tercapai apabila petani yang bekerja menghasilkan pangan bagi rakyat terus diintimidasi oleh kekuatan modal, tanah dirampas praktik kekerasan dan kriminalisasi menjadi cermin buruk investasi di Riau. Lahan untuk tani jelas menghasilkan pangan, sedangkan lahan untuk investasi hanya mengahsilkan asap dan bencana ekologis lainnya. Kalau Negara tidak memberikan perlindungan kepada Petani dan sumber daya agrarianya, maka jelas cita-cita kedaulatan pangan nasional hanya menjadi mimpi yang tidak akan pernah terwujud.,” ujar Boneng, dari Serikat Petani Indonesia. Lebih dari 60% daratan Riau sudah dikuasai korporasi. Dari 8,9 juta hektar daratan Riau, 6 jutanya sudah dibebankan izin bagi korporasi. Keseluruhan lahan ini hanya dipergunakan untuk tiga industri ekstraktif, akasia guna menunjang laju industri pulp and paper, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Cermin buruk ini memperlihatkan ketimpangan penguasaan lahan di Riau akibat kebijakan Negara yang lebih memihak kepada korporasi dibandingkan rakyatnya. “Tanah dan sumber daya agraria untuk rakyat hanya menjadi cerita bohong. Bagaimana mungkin kedaulatan pangan bisa terwujud, bila Negara melalui kebijakannya terus memberikan hak penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam terus menenrus pada korporas,” ujar Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau. Adanya program  distribusi 9 juta hektar tanah yang dijanjikan Jokowi dan adanya Pansus Lahan di DPRD Riau, seharusnya bisa menjadi jalan untuk menijau ulang izin-izin bermasalah. “Cabut saja izin perusahaan pembakar lahan, areal konsesi yang berlebih, yang terlibat dalam korupsi kehutanan. Dari pencabutan izin ini, tanah-tanahnya bisa didistribusikan bagi Rakyat, ujar Misngadi dari Serikat Petani Indonesia. Berdasarkan catatan buruk distribusi sumber daya agraria dan pengelolaan yang dilakukan oleh korporasi tersebut, maka dipenghujung aksi, Taufik membacakan 10 tuntutan ARRRA guna terwujudnya Reforma Agraria Menuju Kedaulatan Pangan. Editor Arif Wahyudi


Loading...
BERITA LAINNYA