GagasanRiau.Com Pekanbaru - Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau yang membidangi kesehatan akan mengagendakan untuk melakukan pemanggilan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) Regional II Provinsi Riau untuk dimintai pertanggunjawaban semua kegiatan yang menggunakan uang iuran milik masyarakat.
Hal ini sehubungan dengan pelatihan yang dilaksanakan oleh BPJSK Regional II Provinsi Riau disebuah hotel mewah Bintan Lagoon Resort-Lagoi di Provinsi Kepulauan Riau bertarif Rp1.268.223 peermalam. Dimana didalam pelatihan tersebut berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun terdiri dari tarian pantai, makan malam di pantai dan pesta kembang api pada 4 dan 5 November lalu.
"Kita akan menjadwalkan pemanggilan kepada pihak BPJSK II Regional Riau dalam waktu dekat ini"kata Ade Hartati kepada GagasanRiau.Com Selasa (17/11/2015) melalui pesan singkat yang dikirimnya melalui telepon genggamnya.
Dikatakan oleh Ade Hartati, pemerintah melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan BPJS sebagai Badan yang ditunjuk sebagai penyelenggara jaminan kesehatan tersebut harus melakukan pemanggilan terhadap lembaga tersebut untuk dimintai keterangan dan pertanggungjawabannya karena pelatihan yang dilakukan menggunakan uang dari masyarakat.
"Meminta BPJS mempertanggung jawabkan semua kegiatan yg dilakukan dengan menggunakan iuran masyarakat dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau telah mengintegrasikan program Jamkesda-nya ke JKN per Januari 2015. Selain itu harus ada evaluasi terhdp BPJS terkait layanan yg diberikan ke masyarakat"ungkap Ade.
Selain itu tambah Ade lagi, pemerintah harus mengkaji ulang monopoli pelayanan kesehatan merubah regulasi yang hanya menunjuk satu badan ditunjuk.
Sebelumnya diberitakan berdasarkan data yang didapatkan oleh GagasanRiau.com dimana pelatihan di Bintan Lagoon Resort-Lagoi tersebut menggunakan Dana Operasional BPJSK. Tahun 2015 ini, dana operasional dipatok oleh pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal Negara sebesar 3,5 T.
Karena menurut jawaban Dr Tonang dari Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta di akun jejaring sosial Facebook, hal tersebut berdasarkan klausul UU 24/2011 menyatakan “dana operasional maksimal 10% dari premi”, maka untuk tetap memenuhi UU, ditambahkan “0,00 persen dari premi”. Ini diatur dalam Permenkeu nomor 108/PMK.02/2015 yang terbit 8 Juni 2015, dan berlaku surut per 1 Januari 2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) Regional II yakni Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi dalam pelatihan yang digelar bersama 150 orang peserta dari Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) BPJS Regional II berlangsung selama dua hari yakni 4 dan 5 November lalu.
Selain lokasi acara yang dikenal mahal, acara tersebut juga dimeriahkan dengan pesta kembang api. Selain itu, menurut informasi yang didapatkan, sebanyak 150 peserta juga diberikan souvenir kegiatan berupa sebuah travel bag (tas travel) diperkirakan berharga diatas Rp 3 juta rupiah.
dr Rusli Armayani, salah seorang peserta yang hadir dilokasi tersebut menyebutkan, kegiatan tersebut membahas mengenai Inocbgs bersama perwakilan TKMKB dari 4 Provinsi. Menurutnya, kegiatan tersebut sangat mengecewakan. Karena saat ini, BPJSK sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sifatnya Nirlaba. “Nirlaba itu diartikan keuntungan yang didapat harus dipergunakan kembali untuk layanan kesehatan,”jelasnya.
Bahkan lanjut Rusli Armayani, beberapa orang dokter yang hadir pada saat itu juga sempat menangis ketika mengetahui fakta bahwa uang iuran BPJS yang dipungut dari masyarakat serta dana dari APBN digunakan untuk sebuah kegiatan hanya untuk menghambur-hamburkan uang saja dan tidak bermanfaat.
Reporter Ady Kuswanto