Jaksa Agung Diduga Lakukan Maladministrasi Eksekusi Mati

Senin, 08 Agustus 2016 - 20:13:30 wib | Dibaca: 2366 kali 
Jaksa Agung Diduga Lakukan Maladministrasi Eksekusi Mati
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat menggelar rapat kerja konsultasi bersama Komisi Hukum DPR

GagasanRiau.Com Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hapus Hukuman Mati (HATI), melaporkan Jaksa Agung HM Prasetyo kepada Ombudsman Republik Indonesia, karena dianggap telah melakukan pelanggaran yuridis saat pelaksanaan eksekusi mati terhadap Humprey Ejike Jefferson alias Doctor pada 29 Juli lalu.

HATI terdiri dari empat lembaga yaitu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (Elsam), dan Imparsial. Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menyatakan laporan tersebut bertujuan untuk meminta dukungan pihak Ombudsman sebagai pendamping dalam penegakan hukum yang adil dan terbuka.

HATI mendakwa Jaksa Agung telah melanggar hak terpidana mati Humprey Ejike yang telah mengajukan grasi pada hari Senin, 25 Juli 2016.

Dalam peraturan perundang-undangan Pasal 13 Undang-Undang no. 2 tahun 2002 jo. Pasal 5 Tahun 2010 tentang grasi, disebutkan bahwa bagi terpidana mati, kuasa hukum terpidana mati, maupun pihak keluarga terpidana mati yang mengajukan grasi, eksekusi tidak dapat dilaksanakan sebelum adanya keputusan Presiden tentang penolakan pemohonan grasi diterima oleh terpidana.

"Tapi pada pelaksanaanya, terpidana Humprey telah dieksekusi pada 29 Juli lalu," kata Ricky Gunawan di gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Senin (8/8).

Ricky juga melihat sejumlah kejanggalan saat pelaksanaan eksekusi mati tersebut. Salah satunya adalah jawaban yang diterima terdakwa terkait dengan permohonan grasinya. Nyatanya, kata Ricky, jawaban itu bukan merupakan surat jawaban resmi atas nama Presiden RI.

"Saat terpidana memohon grasi harusnya ada penundaan hingga putusan grasi dikeluarkan langsung oleh presiden," kata Ricky

Peristiwa tersebut terjadi pada 26 Juli lalu atau sehari setelah terdakwa mengajukan gras. Saat itu Humprey menerima berita acara pemberitahuan bahwa putusan atasnya telah berkekuatan hukum tetap dan oleh karenanya akan dilaksanakan (eksekusi mati).

Kemudian diketahui bahwa pemberitahuan tersebut bukan merupakan putusan penolakan grasi dari Presiden RI. Selanjutnya, pada Jumat dini hari atau kurang dari 78 jam sejak pemberitahuan, Humprey telah dieksekusi mati.

"Berdasarkan pasal 6 ayat 1 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati, minimal dilakukan 78 jam setelah pemberitahuan, atau secepat-cepatnya jumat sore," kata Ricky.

Dalam perhitungan Ricky, pelaksanaan hukuman mati jilid III tidak sesuai dengan aturan tata cara pelaksanaan hukuman mati. Waktu pelaksanaan tidak mencapai 3 kali 24 jam atau setara dengan 78 jam. Namun pelaksanaan hukuman mati dilakukan sekitar 60 jam setelah surat pemberitahuan diberikan kepada terpidana mati.

Kejanggalan lain adalah sikap diam semua pihak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, tempat dilaksanakannya eksekusi tersebut. Ricky mengatakan pihak LP enggan memberikan informasi apapun terkait waktu pelaksanaan eksekusi, baik kepada pendamping hukum, pendamping spiritual, bahkan pihak keluarga terpidana mati.

"Setiap kami tanya, kapan, kapan, kapan, mereka hanya jawab, tunggu saja tanggalnya," kata Ricky
.
Menurutnya, kurangnya keterbukaan informasi merupakan salah satu bagian dari sekian banyak buruknya prosedur pelaksanaan eksekusi mati jilid tiga. Selain itu, akses jam besuk yang dipotong serta berbagai larangan yang diberikan pihak lapas kepada pengunjung terpidana hukuman mati.

"Jam besuk sesuai jadwal adalah jam 8 pagi hingga 4 sore, tapi sejak senin, empat hari sebelum eksekusi dikurangi jadi jam 1 siang sampai jam 4 sore, jumlah yang besuk juga dikurangi, dari LBH hanya dua orang yang boleh masuk," katanya.

Pimpinan Ombudsman Ninik Rahayu menyatakan telah menerima laporan yang diajukan oleh HATI terhadap Jaksa Agung HM Prasetyo. Namun pihaknya belum memastikan apakah akan melanjutkan laporan tersebut untuk selanjutnya diperkarakan ke jalur hukum atau tidak.

"Sejauh ini dari penuturan pelapor kami melihat ada indikasi maladministrasi, tapi kami perlu melakukan telaah lebih jauh, dipelajari dulu, benar atau tidak malladministarsi yang dilakukan pihak jaksa agung ini," tutur Ninik.**/CNNIndonesia


Loading...
BERITA LAINNYA