Kolektor CIMB Niaga Hina dan Permalukan Nasabah, DPRD Minta Polisi Bertindak

Kamis, 01 September 2016 - 17:51:40 wib | Dibaca: 11469 kali 
Kolektor CIMB Niaga Hina dan Permalukan Nasabah, DPRD Minta Polisi Bertindak
Foto ilustrasi

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Kasus perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan pihak leasing dalam hal ini kolektor (penagih hutang, red) masih sering terjadi di Pekanbaru. Bahkan untuk pencapaian target tagihan, tak jarang orang-orang lapangan di perusahaan pembiayaan itu melakukan pencemaran nama baik, pengancaman, bahkan melakukan kekerasan dan pengrusakan unit kendaraan hingga mengancam keselamatan nasabah.
 
Seperti yang terjadi malam tadi, seorang nasabah leasing CIMB Niaga Auto Finance yang berkantor di Jalan Arifin Achmad Pekanbaru diancam dan diperlakukan seperti bandit.
 
Ceritanya awalnya begini, Akhir tahun 2015 lalu, tepatnya di bulan Desember, seorang ibu inisial (W), warga Kabupaten Siak menjaminkan data dirinya kepada leasing dalam hal ini CIMB Niaga untuk kredit satu unit mobil. Mobil itu, diperuntukkan untuk anaknya berinisial (WD) yang bekerja di Pekanbaru.
 
Masalah baru muncul ketika nasabah, dalam hal ini WD, yang memang dalam kesepakatan dengan orang tuanya merupakan penanggungjawab atas pembayaran angsuran mengalami kesulitan finansial. Sehingga, dua bulan terakhir belum mampu membayar cicilan kepada CIMB Niaga.
 
Mirisnya, baik WD dan ibunya W sering diperlakukan kasar. Meski sejauh ini hanya berupa omongan, namun tetap saja, perbuatan ini sudah melanggar norma-norma kemanusiaan dan aturan dari pemerintah dan lembaga-lembaga terkait soal tata cara penagihan hutang.
 
Selasa (30/8) petang, ibu WD yang berada di Siak ditelfon oleh pihak leasing, dalam hal ini kolektor berinisial AS. Dalam percakapan telpon itu, AS terus mengintimidasi dan mengeluarkan kata-kata tak patut seperti "Tidak punya otak, tak sadar diri" dan sebagainya.
 
Omongan AS tadi sampai ke telinga WD yang waktu itu masih bekerja. WD lantas meminta suaminya berinisial R untuk menemui AS yang sebelumnya memang sudah menunggu di tempat kerja WD.
 
R menjelasan, malam tadi sekitar pukul 19.00 WIB, ada 4 orang pria yang menunggu istrinya. Satu diantaranya pernah dia kenal lantaran sudah pernah bertemu, dan Tiga pria lainnya tak dikenali.
 
Kemudian R menyapa dan mengobrol dengan D, pria yang bekerja di CIMB Niaga. Kabarnya, D adalah koordinator di perusahaan pembiayaan itu yang memegang beberapa kolektor lapangan.
 
Percakapan ramah pun terjadi. Namun beberapa waktu berselang, D mengenalkan seorang pria berinisial AS kepada R yang sebelumnya sudah sering meneror dan melakukan intimidasi kepada WD dan W.
 
R kemudian bertanya, kenapa mengintimidasi orang tua WD di kampung? lantas AS menjawab lantang di depan umum "Kenapa rupanya? Tak senang kau? Sadar dirilah kau punya hutang. Biar tau pula orang di sini kalau abang punya hutang belum bayar mobil dua bulan. Kalau perlu masukkan aja ke media," kata AS membentak-bentak R. Kebetulan, percakapan ini terjadi di trotoar tempat WD bekerja dan sedang banyak karyawan lain.
 
Tanpa menghiraukan karyawan-karyawan lain, AS terus mencecar R dengan kata-kata kurang sedap yang membuat dia dan istrinya malu. Lantaran suara AS terlalu keras di tempat kerja itu, seorang petugas keamanan di sana sempat mendatangi mereka yang sedang ribut.
 
Sebelumnya, WD melalui suaminya R meminta tambahan waktu hingga tanggal 5 mendatang untuk membayar 1 bulan pembayaran dari 2 bulan yang tertunggak. Namun AS, tak menerima permintaan itu dan tetap bersikukuh untuk menarik kendaraan.
 
"Bisa abang bayar tanggal 5, tapi abang titip dulu mobilnya. Seenaknya aja makai mobil dua bulan nunggak disuruh bayar tak mau. Sadar dirilah punya hutang. Kalau tak mau ditarik, bayar sekarang 1 bulan," katanya ngotot.
 
"Kan udah abang rekam suara ku. Biar ajalah aku ngomong kayak gini," tambahnya dengan suara semakin keras dan membuat karyawan lain memperhatikan kejadian itu.
 
Tadinya R sudah memperingatkan AS untuk meredam suaranya yang tertalu keras agar tak menjadi perhatian umum. Namun AS tetap ngotot dan merasa paling benar dengan mengeluarkan suara selantang mungkin. Tujuan AS juga jelas, agar R dan istrinya malu. Perbuatan ini tentu sudah masuk ke ranah pidana yakni Pasal 310 KUHP tentang penghinaan, Pasal 335 Ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 281 KUHP tentang merusak kesopanan di muka umum. Sementara urusan hutang piutang yang diperdebatkan ini masuk dalam ranah Perdata.
 
Menanggapi kasus ini, Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Fikri Wahyudi Hamdani,S.Sos mengaku kesal dengan tindakan para penagih hutang itu. Menurutnya, ada cara dan etika-etika baik sesuai prosedur yang harusnya diterapkan oleh para kolektor, bukan dengan cara mengancam, membuat malu sampai menghina. Apalagi melakukan kekerasan.
 
"Kalau sudah pakai cara itu, ini kan sudah masuk ranah Pidana. Saya meminta kepada Polri, dalam hal ini Kapolresta Pekanbaru dan jajarannya untuk menindak aksi kasar para penagih hutang ini," kata Fikri Wahyudi Hamdani.
 
Masih kata Fikri, hutang memang harus dibayar oleh orang yang berhutang. Tapi si penagih hutang harus memakai etika, bukan dengan tindakan-tindakan yang melanggar hukum seperti gaya preman.
 
Sebenarnya, ada sederet aturan yang menjelaskan tentang cara penarikan kendaraan dari kreditur oleh perusahaan pembiayaan. Salah satunya Sertifikat Jaminan Fidusia.
 
Parahnya, banyak perusahaan pembiayaan yang beroperasi di Pekanbaru hanya mengklaim memiliki dan sudah mendaftarkan kendaraan yang dibiayai dan memiliki Sertifikat Fidusia dari Kemenkumham untuk menakut-nakuti konsumen agar mau menyerahkan kendaraan yang menunggak tersebut.
 
Fikri lagi-lagi geram lantaran tindakan orang lapangan perusahaan finance selalu melenceng dari aturan. "Yang berhak menyita barang sengketa itu adalah pengadilan karena ini kasus Perdata. Jadi, pihak leasing tak punya hak menarik kendaraan, apalagi merampas dengan kekerasan," katanya.**/ril

Editor: Arif Wahyudi


Loading...
BERITA LAINNYA