GagasanRiau.Com Pekanbaru - Dugaan Mega korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Bengkalis yakni PT. Bumi Laksamana Jaya (BLJ) berkemungkinan akan lahir tersangka baru.
Dan saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau terus mendalami pencairan dan aliran dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Bengkalis yakni PT. Bumi Laksamana Jaya (BLJ) tersebut.
"Kasus BLJ sudah jalan pemeriksaan saksi-saksi. Fokusnya mencari aliran dana, mencari uang kerugian negara itu kemana saja," Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Sugeng Riyanta di Pekanbaru, Minggu (22/1/2017).
Sebelumnya pada perkara ini sudah ada kasus tindak pidana korupsi yang telah telah disidangkan dengan vonis sudah berkekuatan hukum tetap. Itu berdasarkan Putusan Mahkamah Agung untuk mantan Direktur Utama PT. BLJ, Yusrizal Andayani, serta staf ahli Direktur, Ari Suryanto.
Selain keduanya, saat ini juga sedang berlangsung sidang untuk terdakwa lainnya, Burhanudin, Muklis, dan Ribut Susanto. Selain ketiganya, juga terdapat nama mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh.
Dana yang dialokasikan kepada BLJ dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Bengkalis Tahun 2011 itu adalah senilai Rp300 miliar. Sedianya dana itu diperuntukkan untuk pembangunan dua unit pembangkit listrik di Bengkalis, tetapi malah disalurkan oleh PT. BLJ ke sejumlah anak perusahaan.
Total kerugian negara dalam fakta persidangan pidana korupsi itu adalah sebanyak Rp 270 Miliar. Kerugian negara itu diduga dialirkan ke sejumlah anak usaha perusahaan diantaranya ada yang merupakan dealer sepeda motor gede (Moge) di Kota Bogor, Jawa Barat dan aset lahan serta juga sekolah bertaraf internasional di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru.
"Kerugian negara Rp 270 Miliar ini harus terpetakan. Ini akan ketahuan uangnya kemana. Ini ditelusuri, lalu disita dan diblokir," papar Sugeng.
Dia mengatakan penetapan tersangka juga bisa kepada pelaku pasif penerima aliran dana, tidak hanya yang aktif menyalurkan. Akan tetapi jika penerima dana menerima uang dalam bentuk kerja sama dan tidak tahu asal uang, maka persoalan ini berada pada jalur perdata.
"Itu bisa pelaku aktif dan pelaku pasif. Bisa banyak bisa potensinya jika mereka penerima dana. Kalau dia terima dalam transaksi nyata itu konkrit keperdataan. Pihak ketiga yang beritikad baik pasti dilindungi yang tidak tahu asal uangnya," tegas Sugeng(ANT).
Editor Arif Wahyudi