GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU —Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemko) Dumai menunggu sidang putusan atas kasus korupsi dana bencana Karhutla BPBD Dumai pada 18 Desember 2018.
Atas kasus tersebut, menurut organisasi lingkungan Jikalahari kepada
Gagasan Senin (17/12/2018), majelis hakim menghukum terdakwa Noviar Putra Indra Nasution dan Suherlina penjara 7 tahun dan Widawati 4 tahun serta denda masing-masing Rp 200 juta.
Dalam keterangan pers yang diterima, diuraikan dari Maret hingga April 2014, Wali Kota Dumai Khairul Amri menetapkan status tanggap darurat ketika bencana Karhutla melanda wilayahnya.
Wali Kota juga membentuk tim komando tanggap darurat dari berbagai kalangan. Mereka diberi waktu 32 hari memadamkan api dan membantu warga yang terpapar asap.
Selama masa tanggap darurat, Noviar Indra Putra Nasution, Suherlina serta Widawati mengelola dana siap pakai sebesar Rp 731.160.000 untuk menanggulangi Karhutla.
Dana itu dikucur oleh BNPB dalam bentuk cek lewat Ferialdi pegawai di BPBD Riau.
Ketika menerima dana siap pakai dari BNPB, BPBD Kota Dumai tidak mengusulkan pejabat untuk diangkat sebagai bendahara pembantu dan pejabat pembuat komitmen.
Untuk menunjang aktivitas tim, Noviar Indra Putra Ketua BPBD Dumai menerima dua kali dana siap pakai. Masing-masing Rp 150.000.000 dan Rp 581.160.000.
Bersama Suherlina, Kasi Kedaruratan dan Logistik serta Widawati, Bendahara Pengeluaran, Noviar mengelola uang itu.
Modus korupsi yang mereka lakukan, honor tim komando darurat dan tim pemadaman api diberikan pada orang yang tidak terlibat sama sekali dan tidak bekerja penuh.
“Korupsi yang mereka lakukan membuktikan bobroknya perilaku ASN. Pantas saja karhutla sulit diberantas karena ASNnya korupsi,” kata Made Ali.
“Kota Dumai tingkat kritis karhutla terparah, selain dana penanggulangan dikorupsi, Walikotanya tidak serius menghentikan karhutla,” kata Made Ali lagi.
Temuan Jikalahari sejak 2002-2018 hotspot di Kota Dumai meningkat, terparah memang pada 2014. Terdapat 1.191 titik hotspot dengan confidance 7o persen pada 2014.
Kebakaran terparah di areal konsesi HTI di lahan gambut paling banyak di konsesi PT Suntara Gaja Pati 328 hotspot, PT ruas Utama Jaya 169 hotspot, PT Arara Abadi 44 hotspot.
Lalu, pada 2018 saat Jikalahari melakukan investigasi di PT Diamond Raya Timber menemukan kebakaran didalam konsesi PT DRT. PT DRT juga terbakar pada 2014, terdapat 18 hotspot dengan confidance 70 persen.
Bahkan terbakar sejak tahun berapa 2009 karena ditemukan 1 titik hotspot dengan confidance 70 persen.
Dampak karhutla di Dumai banyak warga yang menderita infeksi saluran pernapasan, alergi dan pneumonia.
Jikalahari mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan Kota Dumai terkait jumlah warga terdampak karhutla sepanjang 2013 – 2018 sebanyak 11.047 orang.
Temuan lainnya Pada 2014 Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) saat melakukan audit kepatuhan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.
Audit ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh mengenai tingkat kepatuhan perusahaan dan pemerintah daerah dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Audit ini dilakukan terhadap 17 perusahaan dan 6 pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Riau. Salah satunya Kota Dumai.
Hasilnya, Pemko Dumai dinilai kurang patuh kepada kewajiban hukum terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Pemko Dumai juga dinilai kurang memenuhi ketentuan terkait; Pembentukan Kelembagaan, Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat.
Penataan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran.
Legalisasi daerah terkait pengendalian karhutla yang ditertibkan Pemko Dumai tingkat keberhasilan implementasinya masih kurang optimal karena; belum terdapatnya SOP yang baik dan komprehensif.
Para aktor pelaksana kebijakan kurang mengetahui dan memahami posisi dan tanggung jawabnya masing-masing dan kurang didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni dan sarana dan prasarana yang memadai.
“Korupsi dana karhutla di Dumai menunjukkan karhutla sulit diberantas karena dikorupsi. Kami mencurigai perilaku korupsi seperti itu juga terjadi pada kabupaten lain termasuk.
Satgas Karhutla propinsi. Karena perilaku tidak bekerja hanya tandatangan absen adalah modus jamak korupsi yang dilakukan para oknum ASN,” kata Made Ali
“Sampai detik ini misalnya, Satgas Kahutla Provinsi Riau sejak dibentuk pada 2016 belum pernah melaporkan dana penanggulangan karhutla pada publik.
Transparansi penggunaan dana karhutla sebagai upaya pemerintah menghentikan karhutla mendesak untuk dilakukan sebagai upaya pertanggungjawaban pada korban polusi asap.