[caption id="attachment_4551" align="alignleft" width="300"] Lokakarya Penguatan Pendukung ASI. gagasanriau.com[/caption]
gagasanriau.com ,Tulung Agung, Jatim-Cakupan ASI eksklusif sendiri dalam capaian SPM kesehatan masih sangat jauh, Dari 6 Puskesmas sampai Juni 2013 tercatat data cakupan ASI 55%. Hal ini banyak disumbang oleh capaian di wilayah yang mendapat intervensi program KINERJA bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Fakta ini disampaikan dr. Bahrudin Budi Santoso dalam pembukaan Lokakarya Penguatan Kelompok Pendukung ASI, seminggu (12/9) lalu.
Bidan koordinator, bidan desa, TP PKK desa, kader posyandu, tokoh mayarakat khususnya dari wilayah kerja 3 Puskesmas Program KIA, 3 Kepala Puskesmas Program KIA, Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Jurnalis Warga menghadiri lokakarya yang difasilitasi Kinerja USAID bertempat di ruang pertemuan Bappeda Tulungagung.
Winny Isnaini, Direktur LPA Tulungagung, dalam sambutannya mengatakan bahwa tujuan diadakannya lokakarya adalah mengajak segenap lapisan masyarakat untuk mendukung pemenuhan ASI ekslusif kepada bayi. Untuk itu, perlu diwujudkan adanya kelompok pendukung ASI, yaitu kelompok yang peduli dan mendukung kegiatan pemberian ASI eksklusif.
Acara yang digelar selama 2 hari ini menampilkan dua narasumber, yaitu dr. Emy Yulianti, Sp.A. dari RSU dr. Iskak dan Hanik Mudayati, S.ST., M.Kes., Kepala Puskesmas Rejotangan. Acara ini dipandu oleh Machrus Yusak dari LPA Tulungagung.
Dokter Emy sebagai pembicara pertama, memaparkan pengertian ASI eksklusif, komposisi ASI, manfaat menyusui, dan waktu menyusui. Menurutnya, yang dimaksud dengan ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan terus-menerus. Selama itu, bayi tidak boleh diberi makanan atau minuman tambahan kecuali jika ada alasan medis.
Pemberian ASI eksklusif ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009, bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif. Undang-undang tersebut juga mengatur adanya sanksi kepada siapa pun yang secara sengaja menghalangi pemberian ASI eksklusif, yaitu denda sebesar 100 juta. Hal lain yang dibahas adalah mitos yang berkembang di masyarakat. Umumnya masyarakat, terutama ibu-ibu, cenderung berpendapat bahwa payudara yang besar pasti mempunyai ASI yang melimpah. Pendapat itu sebenarnya salah. Menurut dokter anak di RSU Dr. Iskak ini, besar kecilnya payudara tidak mempengaruhi produktivitas ASI.
Keuntungan menyusui menurut dokter Emy ada dua macam, yaitu dilihat dari sudut ASI itu sendiri dan menyusui. ASI jelas mengandung zat-zat gizi yang lengkap, mudah dicerna bayi dan dapat diserap secara efisien, serta terlindung terhadap infeksi. Sedangkan keuntungan menyusui adalah bisa membantu bonding dan perkembangan, membantu menunda kehamilan,dan melindungi kesehatan ibu. Hal lain yang mengundang keprihatinan adalah fakta bahwa cuti melahirkan “hanya” diberikan kepada ibu selama 3 bulan.
Sementara pemberian ASI eksklusif adalah selama 6 bulan. Bagi ibu pekerja atau wanita karir, hal ini jelas merupakan problematika tersendiri. Menurut dr. Emy masalah tersebut perlu disiasati yaitu dengan melakukan pemberian ASIP (air susu ibu perahan). ASIP dapat disimpan di lemari pendingin dengan wadah botol kaca bukan botol plastik. Masalahnya, jika disimpan dalam botol plastik, maka lemak cenderung menempel pada botol. Dr. Emy juga mengingatkan jika ASIP telah dihangatkan tidak boleh disimpan lagi ke dalam lemari es, melainkan harus dihabiskan.
Ibu menyusui tidak perlu tarak. Sebenarnya makan pedas pun juga diperbolehkan karena tidak akan mempengaruhi produksi ASI. Hanik Mudayati, M.Kes., menjelaskan secara tuntas bahaya pemberian susu formula dan sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM). Menurutnya ibu-ibu harus waspada terhadap pemberian susu formula yang akan mengganggu bonding. Selain itu, bayi akan lebih mudah terserang diare dan infeksi saluran pernafasan, kurang gizi karena kekurangan vitamin A, meningkatkan resiko kematian, terserang alergi dan beberapa penyakit kronis, kelebihan berat badan, nilai tes kesehatan lebih rendah.
Sedangkan dampak negatif pemberian susu formula bagi ibu adalah kemungkinan cepat hamil kembali. Meningkatkan resiko anemia, kanker ovarium, dan kanker payudara. Hanik juga menekankan penyimpanan ASIP harus di dalam gelas. Pemberian harus langsungi ditempelkan ke mulut bayi. Pemberian ASIP dengan media sendok tidak dianjurkan. Masalahnya akan ada jeda yang menyebabkan sisa susu dalam gelas akan mudah tercemar selama ibu sibuk memberikan susu kepada bayi dengan media sendok.
Dewasa ini diakui, memang sudah banyak alat pemerah ASI buatan pabrikan, tetapi menurut Hanik, selain alat tersebut cenderung mahal harganya, alat perah manual masih lebih baik. Melengkapi yang dipaparkan dr. Emy, Henik menjelaskan bahwa yang perlu diperhatikan adalah asupan gizi pada ibu hamil. Sebesar apa pun payudara ibu, jika menderita gizi buruk maka kualitas ASI pun juga kurang gizi yang berdampak negatif kepada kesehatan sang bayi. Perlu diketahui bahwa sekitar tahun 1991, RSUD pernah mencanangkan program untuk RS sayang bayi atas jalinan kerja sama dengan WHO dan Unicef.
Akan tetapi gerakan tersebut sampai saat ini tidak tampak hasilnya. Untuk itu, Hanik Mudayati mengajak kepada elemen masyarakat kelompok peduli ASI membangun kembali program tersebut dengan menerapkan 10 LMKM (Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui). Tantangan terberat bagi kesuksesan pemberian ASI eksklusif justru muncul dari lingkungan keluarga terdekat, mertua atau ibu sendiri yang masih terpengaruh mitos, dengan memberikan makanan dan minuman tambahan selain ASI eksklusif.
Baru setelah 6 bulan, bayi boleh diberi makanan tambahan bahkan hukumnya wajib. Hanya saja Hanik menekankan seharusnya makanan untuk konsumsi bayi adalah makanan lokal sama seperti yang dikonsumsi oleh anggota keluarga lainnya.
Di akhir hari pertama berlanjut di hari kedua, peserta dibagi kelompok untuk menyiapkan Kelompok Pendukung ASI. Berawal dari menginventarisir potensi pendukung ASI, kesenjangan, serta merumuskan solusi atau pemecahan masalah kesenjangan.
Di sela-sela acara diskusi kelompok, dokter Dwi Heruwiyono, Kepala Puskesmas Beji memberi pembekalan kepada peserta bahwa tidak perlu takut lecet putingnya selama menyusui. Dokter Heru menganalogikan dengan kucing. Binatang mamalia ini begitu lahir sudah bertaring. Tetapi selama ribuan tahun belum pernah terjadi puting induk kucing lecet selama menyusui. “Bandingkan dengan bayi manusia, yang begitu lahir masih ompong,” ungkapnya yang disambut tawa riuh peserta.
Yudi Manto, Jurnalis Warga Tulungagung, Puskakom – Kinerja USAID