JATIM - Ketua DPR RI Puan Maharani melanjutkan kunjungan kerja di Jawa Timur dengan mendatangi Kabupaten Sumenep. Ia pun bersilaturahmi dengan Muslimat NU dan santri di Pondok Pesantren Da’arut Thayyibah.
Kehadiran Puan di Ponpes Da’arut Thayyibah, Kamis (3/3/2022), disambut hangat oleh para santri yang menunggunya di pinggir jalan sambil melantunkan salawat. Ponpes ini memiliki 600 siswa mulai dari TK hingga Aliyah (SMA).
Puan sempat berkeliling melihat pondok pesantren didampingi oleh pimpinan Ponpes Da’arut Thayyibah, Nyai Hj. Thayyibah. Kehadiran Puan didampingi oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang juga Ketua Umum Muslimat NU, Bupati Sumenep Achmad Fauzi, serta dua anggota DPR RI, Said Abdullah dan Ahmad Basarah.
Dalam silaturahmi ini, hadir 1.000 anggota Muslimat NU dan 500 warga NU laki-laki. Kegiatan dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Dalam kesempatan yang baik ini, saya atas nama pribadi, Ketua DPR RI, Ketua DPP PDI Perjuangan, mengucapkan selamat hari lahir ke-96 NU. Semoga NU terus menjadi bagian penting dan garda terdepan penjaga Pancasila dan NKRI sesuai ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah,” ujar Puan.
Cucu Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia Sukarno itu mengaku bangga bisa bersilaturahmi dengan keluarga NU di Ponpes Da’arut Thayyibah. Puan menyatakan ingin mengikuti jejak kedekatan sang kakek dengan NU sejak era kemerdekaan dulu.
“Saya datang untuk meneruskan silaturahmi Bung karno dengan warga Nahdliyin, khususnya Muslimat NU. Ini pertemuan pertama, insyaallah bukan yang terakhir,” ungkapnya.
“Saya merasa ini bagian dari rumah saya karena keramahaan Nyai dan para Muslimat. Ini seperti datang ke rumah saya. Dengan silaturahmi ini saya minta doa kepada yang hadir agar Indonesia ke depan jadi lebih baik,” tambah Puan.
Puan pun memuji peran Muslimat NU dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan cita-cita nasional secara mandiri. Apalagi Muslimat NU bergabung bersama elemen perjuangan perempuan lainnya, terutama organisasi yang tergabung dalam Kongres Wanita Indonesia (Kowani), sebuah federasi organisasi wanita tingkat nasional.
“Visi dari Muslimat NU adalah untuk mewujudkan masyarakat sejahtera berkualitas, dijiwai ajaran Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diridhoi Allah SWT,” sebutnya.
Puan juga menyinggung konsistensi NU yang sejak lahir sampai sekarang menjadi salah satu benteng utama Pancasila dan NKRI. Hal tersebut termuat dalam deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam yang dirumuskan sejumlah Kiai pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun 1983 di Sukorejo, Situbondo.
“Deklarasi tersebut kemudian ditetapkan pada Muktamar 1984 dalam bentuk penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi dengan menyatakan ‘Indonesia sebagai negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan ini merupakan bentuk final’,” jelas Puan.
“NU menjadi ormas pertama yang menerima Pancasila sebagai asas organisasi menegaskan bahwa Pancasila Nu adalah mu’ahadah wathaniyah (kesepakatan kebangsaan),” lanjut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini.
Menurut Puan, hubungan harmonis serta kedekatan antara kaum nasionalis dan golongan Islam inilah yang menjadi salah satu faktor penting masih berdiri tegaknya Indonesia.
Terutama di tengah banyaknya upaya mempertentangkan antara agama dan negara, antara golongan Islam dan golongan nasionalis. Bahkan upaya-upaya mempertentangkan negara Pancasila dengan negara Khilafah.
“Sebagai kader NU, para Muslimat NU tentu tidak akan termakan upaya adu domba tersebut. Kader-kader Muslimat NU pasti memegang teguh ajaran tokoh NU, KH. Ahmad Siddiq,” ucap Puan.
“Bahwa trilogi Ukhuwah, yakni Ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama umat islam), Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan) dan Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia) adalah pedoman hidup berbangsa dan bernegara kita sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” sambungnya.
Di sisi lain, para santri disebut Puan harus bersyukur karena Indonesia sangat kondusif terhadap dunia pendidikan pesantren. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya alumni pendidikan pesantren yang telah berkiprah di berbagai bidang pengabdian bangsa dan negara.
Kementerian Agama mencatat kini terdapat 26.973 pondok pesantren tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia pada 2020. Sementara itu berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jumlah pesantren di Indonesia pada Triwulan I 2021 ada sebanyak 31.385 ponpes dengan jumlah santri sekitar 4,29 juta orang.
“Kita juga patut bersyukur, indonesia sudah memiliki UU No. 18/2019 tentang pesantren. Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren,” kata Puan.
Mantan Menko PMK itu menyatakan, Perpres No 82 tahun 2021 mengatur tentang Dana Abadi Pesantren, yaitu dana yang dialokasikan khusus untuk pesantren. Puan menerangkan dana tersebut bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan pengembangan pendidikan pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari Dana Abadi pendidikan.
“Presiden RI Joko Widodo yang juga kader PDI Perjuangan, ketika terpilih menjadi Presiden, pada 22 Oktober 2015 secara resmi mengeluarkan Keppres No. 22 tahun 2015 yang menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional,” tuturnya.
Tanggal 22 Oktober sendiri merujuk pada peristiwa bersejarah yaitu diserukannya Resolusi Jihad oleh pahlawan nasional yang juga tokoh besar NU, KH. Hasjim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.
“Saya datang juga sebagai kader PDI perjuangan. Kalau hubungan NU dan PDIP berjalan baik, insyaallah kita bisa bangun Negara secara bergotong royong bersama elemen bangsa lainnya. Guyub seperti ini salah satu implementasi Pancasila,” tegas Puan.
Sementara itu, Nyai Thayyibah berterima kasih atas kehadiran Puan.
“Saya sangat gembira atas kedatangan Ibu Puan Maharani. Mudah-mudahan Allah memberi kemudahan semua langkah ibu,” ujar Nyai Thayyibah.
Di akhir acara Puan memberikan bantuan uang tunai untuk 20 musala yang berada di sekitar Pondok Pesantren Da’arut Thayyibah.