gagasanriau.com ,Pekanbaru-Pakar Hukum dari Universitas Riau, DR Firdaus SH meragukan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) telah memperoleh HGU terhadap lahan seluas  2.800 hektare  di Desa Sinama Nenek, Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. "Kuat dugaan PTPN V belum memiliki HGU itu dan jika belum apa dasar hukumnya sehingga PTPN V tetap mengelola tanah tersebut untuk perkebunan kelapa sawit," kata dia di Pekanbaru. Tanggapan tersebut disampaikannya berkaitan dengan kasus perampasan 2.800 hektare lahan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang warga Desa Sinama Nenek Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dan hal itu  menjadi akar sengketa agraria yang sempat berujung bentrokan berdarah beberapa waktu lalu dengan masyarakat Desa Sinama Nenek itu. Namun manajemen PTPN) V Riau akhirnya berjanji mengganti lahan seluas 2.800 hektare yang menjadi hak ulayat warga  Desa Sinama Nenek, Tapung Hulu, Kabupaten Kampar itu. Menurut Ketua Magister Ilmu Hukum Unri itu, dalam kasus tersebut pertama yang harus diteliti adalah aspek jaminan kepastian hukum terhadap tanah ulayat. Politik hukum di negeri ini, katanya, belum berpihak kepada masyarakat lokal, hukum memberikan persyaratan-persyaratan yang secara akademik masih menimbulkan problem. "Misalnya tanah ulayat diakui jika masyarakat adat dianggap masih ada," katanya lalu apakah masyarakat adat pernah tidak ada, jika pernah tidak ada, apa yang menyebabkan ia menjadi tidak ada seperti kejahatan kemanusia atau musibah alam?. Ia memandang bahwa tidak ada suatu penelitian yang dilakukan dan menghasilkan temuan bahwa masyarakat adat di Indonesia pernah tidak ada. Sebaliknya, katanya lagi, hukum memberikan persyaratan bahwa tanah ulayat diakui apabila ditetapkan melalui peraturan daerah (perda). "Pertanyaannya apakah mungkin secara politik pemerintah daerah membuat perda yang menentukan tanah ulayat masyarakat tertentu," katanya. Berikutnya, apakah tanah ulayat yang telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan dan bahkan ada yang telah berstatus HGU dapat ditetapkan Perdanya oleh DPRD, tanpa status HGUnya dicabut, dan siapa yang bersedia mencabut atau membatalkannya. "Ketiga terkait kasus tanah ulayat Sinamanenek, apakah PTPN V telah memperoleh HGU terhadap tanah tersebut, jika belum apa dasar hukum sehingga PTPN V tetap mengelola tanah tersebut untuk perkebunan kelapa sawit," katanya. Merujuk tersebut, ia mengatakan, apakah sebuah perusahaan dapat melaksanakan kegiatan usaha perkebunan  jika hanya bersandarkan pada izin prinsip, izin lokasi, tanpa ada HGU.