Nasib Petani Pinggiran Kota Pekanbaru


Dibaca: 4923 kali 
Jumat, 03 Februari 2012 - 16:16:17 WIB
Nasib Petani Pinggiran Kota Pekanbaru
gagasanriau.com-Kelurahan Kulim kecamatan Tenayan Raya pinggiran kota pekanbaru sebagian warganya adalah petani. Ada petani penggarap ada juga petani punya lahan sendiri namun petani yang memiliki lahan sendiri hanya sedikit dan itu pun hanya beberapa orang, lebih banyak adalah petani penggarap. Lahan yang mereka garap adalah lahan milik perseorangan atau milik perusahaan yang lahannya belum mereka manfaatkan. Tanaman yang di tanam berupa cabe, kacang panjang, jagung, pare, adakalanya mereka menanam semangka atau melon. Hasil panen biasanya ada penampung yang langsung datang ke kebun membeli hasil panen mereka dan penampung akan menjual kembali ke pasar-pasar tradisional. Hasil panen tidak begitu besar volumenya karena lahan yang mereka garap terbatas hal ini di sebabkan oleh terbatasnya lahan garapan yang dikerjakan petani penggarap, luas lahan yang mereka garap tak lebih dari 2 hektar dengan menggunakan sistim pertanian sederhana dan sumber air yang kadang kekurangan jika musim kemarau tiba. Ketika GR.com berkunjung senin 30 Jan 2012 cuaca sangat panas karena sudah hampir dua minggu tidak hujan ada beberapa petani yang di hampiri, dan tanaman yang sedang di tanam ada beberapa jenis tanaman seperti cabe, kacang panjang, dan pare sudah seminggu ini mereka panen hasilnya.
Arif salah satu petani yang baru saja pulang dari pasar saat GR.com berkunjung ke kebunnya dia baru saja berbelanja kebutuhan untuk keperluan masa tanam baru berupa berbagai macam bibit karena lahan garapannya baru selesai panen. Rata-rata dari petani Kulim ini memakai biaya sendiri untuk pertaniannya walaupun ‘katanya’ ada bantuan bagi petani kecil dari pihak terkait berupa pupuk subsidi dan bantuan bibit namun mereka malas untuk berharap banyak dengan ‘bantuan’ tersebut . ‘’bantuan katanya  tapi membanting bagi kami petani’’ ungkap Arif yang merupakan ketua kelompok tani di kecamatan Tenayan Raya. Pupuk subsidi yang biasanya disalurkan bagi petani-petani kecil menurut Arif tidak pernah sampe ke tangan petani karena adanya konspirasi oleh berbagai pihak yang mengelola bantuan bagi petani kecil namun para  petani malas berharap banyak dengan bantuan yang membanting itu.
 
  Bantuan asal saja Suradi 45 tahun bapak dengan dua orang anak ini adalah petani penggarap yang memanfaatkan milik sebuah perusahaan yang juga berada di Kelurahan Kulim. Lahan yang digarapnya seluas 1,5 hektar itu di garap bertiga bersama Samun 38 tahun dan Poniman 50 Thn mereka biasa menanam sayur-mayur saja karena menurut mereka masa panen yang lebih cepat dan kebutuhan pupuk tidak begitu banyak dengan waktu yang beberapa bulan masa tanam . Ketika di tanya soal bantuan kedua petani hanya geleng saja sepertinya mereka tidak begitu respon dengan pertanyaan-nya. ‘’Di sini bantuan itu katanya aja yang ada tapi banyak gak ada nya mas’’ begitu jawab Suradi sekena nya saja’’ ya, gak menampikkan lah memang ada sich bantuan tapi itu klo dapet tapi lebih banyak gak dapet nya’ surano menimpali ’’soalnya disini harus ada orang dalem’’ tambah Surano dengan logat jawanya yang kental.
Memang yang bernama bantuan menjadi momok yang menjijikan bagi petani di kelurahan kulim karena bantuan bagi petani kecil ini tidak begitu nikmat mereka rasakan ada saja kegetiran yang mereka terima seperti beberapa waktu yang lalu petani di Kulim ini menerima bibit tanaman buah naga namun bantuan tersebut tidak secara tuntas di berikan oleh dinas terkait. Pihak tersebut hanya hanya kasih bantuan terus di tinggal pergi begitu saja tanpa ada sosialisasi lanjut tentang pengelolaan dan perawatan bibit dari tanaman buah naga tersebut dan juga yang petani kesalkan adalah bertambahnya biaya yang mereka keluarkan jika menanam bibit buah naga tersebut karena harus membeli tonggak kayu untuk prosesnya penanaman-nya. Di sini petani menilai bahwa pihak dinas terkait dalam memberikan bantuan sekena-nya saja.
Untuk membiayai pembelian bibit dan pupuk mereka bertiga memakai uang pinjaman dari Bank dengan bunga yang memberatkan untuk petani kecil sekelas mereka. Jika musim panen tiba membayar hutang kepada pihak menjadi kewajiban utama bagi mereka agar pinjaman selanjutnya bias lancar setelah itu baru dibagi keuntungan antara mereka bertiga.
 
Bingung jika lahannya di gusur   Lain lagi dengan Parlan 53 thn dan Kliwon 51 thn. Parlan dan istrinya saat itu baru saja selesai memanen hasil pertaniannya berupa timun yang langsung di jemput oleh penampung untuk di jual lagi kepasar tradiosional terdekat. Saat GR.com berkunjung pada satu hari setelah di petani di Kulim. Parlan dan istrinya sumringah terlihat wajah yang teduh dan tenang dari rautnya yang hitam legam terbakar sinar matahari. Parlan sudah 10 tahun mengelola tanah garapan yang bukan miliknya tersebut, ‘’sebentar lagi saya nggak bertani di sini mas’’ Parlan membuka pembicaraan dengan GR.com di damping istrinya sambil mengupas kulit jagung ‘’ yang punya lahan mau jual tanah ini untuk di bangun perumahan kita di suruh angkat kaki dikasih waktu sebulan’’ lanjut Parlan perlahan. Para petani di Kecamatan Marpoyan Damai ini nasibnya tak berbeda jauh dari petani Kecamatan Tenayan Raya Kulim rata-rata dari mereka adalah petani penggarap yang memanfaatkan lahan kosong yang sebelumnya sudah dimiliki oleh pemilik pribadi yang sudah sudah di beli sewaktu masih hutan belukar dan belum ada orang tinggal disana.
Para petani penggarap lah yang mengelola dan membuat lahan masih bentuk hutan ini menjadi bermaanfaat sebagai lahan pertanian. Parlan beserta istrinya jadi resah dengan pernyataan pemilik lahan yang akan menggusurnya karena menurut pengakuannya sejak dia bertani di lahan tersebut dia bisa menyekolahkan tiga anaknya dan yang paling besarnya anak kini sudah menjadi anggota Polri bertugas di batam dan dua anaknya lagi masih bersekolah di tingkat SMU. Praktis jika di gusur Parlan akan kehilangan mata pencahariannya sebagai petani Parlan pun mengaku hanya bertani lah yang bisa ia lakukan karena pengalaman dan pengetahuannya sebagai petani telah menghidupinya sekeluarga. Kliwon dan Ibu Mar adalah suami istri petani penggarap juga yang bertani bersebelahan dengan Parlan di kec Marpoyan Damai ketika GR.com menyambangi Kliwon dan ibu Mar sedang asyik memanen sayuran kangkung. Persoalan yang dihadapi Kliwon dan ibu Mar sama persis yang terjadi di Petani Kulim yakni tidak mendapat perhatian dari pihak terkait seperti Dinas Pertanian bantuan untuk pertanian yang selalu di gembar-gemborkan ada tapi tidak pernah mereka rasakan manfaatnya. Persoalannya semakin rumit ketika penggusuran terhadap lahan mereka terus menghantui seiring dengan makin maraknya pembangunan perumahan di pinggiran-pinggiran kota Pekanbaru yang pada awalnya mereka garap. Petani penggarap kota Pekanbaru yang sudah puluhan tahun telah menjadi pemasok bagi kebutuhan pangan seperti sayur-mayur penduduk kota Pekanbaru selain pasokan dari Provinsi Sumatera Barat terancam dengan penggusuran yang massif.
Jika hal ini tidak di respon dengan segera alamat masalah baru akan di hadapi yakni angka penganguran dan juga yang pasti ketergantungan penduduk kota Pekanbaru akan kebutuhan pangan terhadap provinsi di luar Riau. Ironi sekali jika hal ini terjadi dimana selama ini kebutuhan akan pangan ini tidak terlalu bergantung pada Provinsi di luar Riau harus berakhir dengan hilangnya faktor pendukung dalam pemberdayaan masyarakat yakni petani penggarap yang juga merupakan terbangunnya lapangan pekerjaan bagi petani yang tidak memiliki lahan. Pekerjaan Rumah yang harus di selesaikan bagi pemimpin kota Pekanbaru yang baru saja terpilih secara definitive !. (Adit)

Akses gagasanriau.com Via Mobile m.gagasanriau.com
TULIS KOMENTAR
BERITA LAINNYA
KABAR POPULER
KANTOR PUSAT:
Jl. Kertama Marpoyan Damai Perum Nusa Indah A48 Pekanbaru, Riau. 28125
Email: [email protected]
DOWNLOAD APP GAGASANRIAU.COM

  
tembilahan situspoker situspoker agenpoker daftarpoker reviewpoker pokerterbaru poker