Opini

Dapatkah Apotek Yang Memberikan Obat Tanpa Resep Dokter Dikenai Hukuman Pidana?

Dokter James Allan Rarung
Perintah untuk pemberian obat ini tentunya ditujukan kepada tempat pengambilan obat yang resmi dalam hal ini disebut "Apotek", berasal dari bahasa latin "Apotheca". Istilah ini pertama kali dipakai oleh seorang dokter Romawi bernama Galen (131-201 CE), yang menamakan tempatnya memeriksa pasien sebagai "latron" dan tempatnya menyimpan obat disebut "apotheca", yang secara harfiah berarti gudang (penyimpanan obat).

Setiap resep yang ditulis oleh dokter Galen akan dibawa oleh asistennya ke gudang penyimpanan obat dan menyerahkan kepada asisten yang lainnya sebagai petugas yang bertanggungjawab di gudang obat tersebut atau "apotheca". Dalam perkembangan jaman, seiring dengan kemajuan peradaban, maka tempat penyimpanan ini tidak lagi semata-mata sebagai "gudang", namun sudah berbentuk gedung atau tempat yang megah yang disebut Apotek. Tentunya dengan segala kelengkapannya, apotek tetap harus memiliki tempat khusus atau gudang penyimpanan obat.

Karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka asisten yang bertanggungjawab di "apotheca" tersebut, kemudian dikenal dengan sebutan "Apoteker" (di Indonesiakan). Tentunya meskipun adanya berbagai perubahan tersebut, tetap pada prinsipnya Apoteker adalah yang bertanggungjawab untuk menjalankan permintaan atau perintah untuk memberikan obat, yaitu "Recipe" atau resep.

Karena semakin banyaknya obat dan bahan obat yang ditemukan dan diproduksi serta dijual di Apotek, maka munculah aturan yang mengatur tentang mana obat atau bahan obat yang harus dengan resep dokter dan mana yang tidak, secara umum yang tanpa perlunya resep dokter disebut dengan "Swamedikasi". Akan tetapi tetap ada obat-obatan yang ditentukan, yang harus diberikan dengan resep dokter.

Nah, obat-obatan yang harus dengan resep dokter ini, tentunya tidak boleh diberikan sembarangan atau dijual bebas. Karena jika hal ini terjadi, maka selain bisa menyebabkan resistensi, toksikasi bahkan kematian akibat obat yang disalahgunakan juga dapat membuka celah yang lebar untuk pendistribusian obat-obatan ilegal dan bahkan palsu.

Dengan demikian, maka untuk melakukan pengawasan yang menyeluruh dan komprehensip tentang masalah obat dan bahan obat ini, maka Pemerintah dengan segala unsurnya yang berwenang (BPOM, Kepolisian, Kemenkes, Dinas Kesehatan, dll) harus menegakkan aturan dengan tegas. Pengawasan ketat bagi apotek-apotek yang memberikan obat yang ditentukan harus dengan resep dokter, tetapi dijual bebas ataupun swamedikasi harus ditindak dengan tegas dan sesuai peraturan perundang-undangan.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar