Hukum

Organisasi Lingkungan Desak Kapolri Ungkap Identitas Pelaku Rekomendasi SP3

sumber photo Jikalahari
"Masyarakat sama sekali tidak tahu penghentian perkara ini, apalagi SP3 ini sudah dimulai sejak Januari 2016," sebut Woro.

Oleh karena itu, polisi diminta menggelar "Gelar Perkara Publik" dengan cara mengundang korban polusi asap karhutla: lima korban meninggal, korban ISPA, akademisi yang independen, Kantor Staf Presiden, KLHK, Tokoh dan alim ulama, Kapolri, Kejakaan Tinggi Riau dan pihak-pihak yang berkaitan dengan korban polusi asap.

Lebih lanjut dia mengatakan SP3 juga melanggar instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Dalam Inpres itu disebutkan Polri salah satunya, meningkatkan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.

"Polda Riau tidak melaksanakan aksi keterbukaan proses penegakan hukum kepada masyarakat Riau. Dokumentasi tahapan penanganan perkara kepada masyarakat luas tidak pernah disampaikan oleh Polda Riau termasuk perkembangan penangan perkara 15 perusahaan terlibat karhutla," lanjut Woro Supartinah. Baca BEM UIR: Copot Kapolda Riau

Dikatakannya Instruksi 18 Januari 2016, saat Presiden Jokowi taja Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2016 di Istana Negara, salah satu isinya penegakan hukum. "Jokowi menginstruksikan lakukan langkah tegas pada pembakar hutan dan lahan, baik administrasi, pidana maupun perdata, bukan menghentikan 15 perkara perusahaan pembakar hutan dan lahan," tambahnya. Baca Jikalahari: 100 Hari Bertugas di Riau, Kapolda Langgar Instruksi Presiden dan Kapolri


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar