Hukum

Banyak Langgar Soal UU Pengupahan, Direksi RSIA Eria Bunda Dilaporkan 15 Karyawan ke Polda Riau 

Tim pengacara yg tergabung dalam Topan Meiza Romadhon, SH. MH., dan Partners (TMR) saat perumusan aduan dugaan tindak pidana direksi RSIA Eria Bunda di Kantor TMR beberapa waktu lalu.

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - Diduga telah melakukan pelanggaran tentang pengupahan, Direksi Rumah Sakit Ibu dan Anak Eria Bunda Pekanbaru dilaporkan 15 karyawannya ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Pasalnya tindakan Direksi RSIA Eria Bunda yang mengganji karyawannya dibawah ketentuan undang-undang yang berlaku, dinilai merupakan tindakan pidana. 

Pelaporan itu diwakilkan Kantor pengacara Topan Meiza Romadhon and Partners, pada, Rabu (14/07/21). Direksi PT. Riau Sarana Medika atau RSIA Eria Bunda diduga melakukan tindak pidana pembayaran upah/gaji di bawah ketentuan berlaku.

“Dalam pemahaman perusahaan, klien kami merupakan karyawan/karyawati yang telah diberhentikan oleh RSIA Eria Bunda. Namun bagi kami, pemberhentian tersebut masih dapat diperdebatkan secara administrasi, dan dari itulah kami menganggap mereka masih karyawan RSIA Eria Bunda,” ungkap Topan Meisa Romadhon, SH., MH., di kantornya Komplek Sudirman Business Center, Rabu (14/7/2021).

Menurut Topan, dirinya bersama tim kuasa hukum, belum ingin mempersoalkan surat pemberhentian karyawan yang dikeluarkan rumah sakit dimaksud sekitar beberapa bulan lalu. "Kita fokus terlebih dahulu kepada laporan dugaan tindak pidana pembayaran upah dibawah ketentuan yang berlaku " ujar dia.

“Ada 15 orang karyawan yang mengalami pembayaran upah di bawah ketentuan yang berlaku. Dan kami baru mengambil contoh 1 tahun pembayaran gaji di bawah ketentuan berlaku sekitar tahun 2020. PT. Riau Sarana Medika di tahun tersebut diduga melakukan pembayaran upah terhadap karyawan yang memberikan kuasa, dibawah ketentuan SK Gubernur Riau Nomor KPTS.1198/XI/2019 yang menetapkan Upah Minimum Kota Pekanbaru adalah sebesar Rp. 2.997.971,69,” terangnya.

Selain Topan Meiza Romadhon, di dalam tim kuasa hukum terdapat juga nama-nama Rizki Ramadhan Baried, SH., MH., Afrimatika Dewi, SH.,  Ibrar, SH., Susi Susanti, SH., serta Denny Rudini, SH.

Menurut mereka, rumah sakit tersebut diduga melakukan tindak pidana ketentuan pembayaran upah dibawah minimum, sebagaimana yang diatur dalam Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 88E ayat 2 Jo Pasal 185 Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER-01/MEN/1999 dan SK Gubernur Riau Nomor KPTS.1198/XI/2019.

“Akibat tindakannya, direksi perusahaan diduga melanggar Pasal 88E ayat 2 jo Pasal 185 Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” terang Denny Rudini, SH.

Ditambahkannya, Pasal 88E ayat 2 Undang-Undang Cipta Kerja dimaksud, telah tegas berbunyi Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. 

“Rumah sakit, perusahaan-perusahaan besar, tidak akan beroprasi menghasilkan keuntungan jika tidak ada pekerja di dalamnya. Dan bagi kami, memanusiakan manusia, apalagi tenaga Kesehatan yang rata-rata sudah mengabdi lama disana, merupakan sebuah kewajiban yang tidak boleh diabaikan, salah satunya membayar upah/gaji mereka diatas ketentuan yang berlaku,” terang Ibrar, SH.

Selain melaporkan dugaan tindak pidana, para pengacara muda tersebut juga membuka Posko Pengaduan Pembayaran Upah di Bawah Ketentuan Berlaku yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti telah dialami oleh karyawan RSIA Eria Bunda.

“Pelaporan ini juga sekaligus sebagai peringatan kepada perusahaan-perusahaan, jika pembayaran upah di bawah ketentuan yang berlaku, merupakan sebuah tindak pidana kejahatan yang dapat berakibat penjara dan denda. Saya kutip Pasal 185 UU Cipta Kerja, bahwa Pasal 185. Yang pertama, Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Dan yang kedua ditegaskan lagi, Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan,” tandas Afrimatika Dewi, SH.


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar