Hukum

Jaksa Sahkan Koperasi Abal-Abal PTPN V, Jaksa Agung Diminta Tegur Kejati Riau 

Hendardi, Ketua SETARA Institute

GAGASANRIAU.COM, PEKANBARU - ST Burhanuddin, Jaksa Agung diminta menegur dan mengawasi kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan Kejaksaan Negeri (Kejari Kampar). Hal itu sehubungan dengan penggunaan kekuasaan diluar kewenangan (Abuse of Power) untuk mendukung upaya jahat yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V yang merampas hak 997 petani tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M).

Hal itu disampaikan Hendardi, Ketua SETARA Institute kepada Gagasan, Minggu (12/9/2021). Upaya jahat PTPN V itu dilakukan kata Hendardi untuk melumpuhkan perjuangan 997 petani tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M).

Baca Juga : Kebun Seluas 2050 HA Milik Petani Dirampas PTPN V, Dua Warga Dipolisikan

Dimana 997 petani itu saat ini sedang memperjuangkan hak-haknya melalui pelaporan kepada Satgas Mafia Tanah, Bareskrim Polri dan laporan dugaan tindak pidana korupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hendardi merincikan upaya jahat itu adalah dengan menciptakan pengurus koperasi tandingan, yang dibentuk dengan Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) abal-abal dan menggunakan tangan-tangan negara untuk memaksa pengesahan pengurus koperasi abal-abal.

RALB yang diklaim diselenggarakan pada 4 Juni 2021 itu ungkap Hendardi, sesungguhnya  bertentangan dengan Pasal 24, kemudian UU No. 12 Tahun 1992 dan Pasal 18 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 19/2015 tentang Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi.

"RALB dilaksanakan secara ilegal tanpa ada rekomendasi/persetujuan dari Dinas Koperasi Kampar selaku Pembina Koperasi berdasarkan Pasal 20 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No. 19 Tahun 2015 dan melibatkan orang di luar anggota Koperasi, bahkan ‘melibatkan’ anggota yang sudah meninggal dengan memalsukan tanda tangan " beber Hendardi kepada Gagasan, Minggu 12, September 2021.

Bahkan RALB itu terang Hendardi tidak mencapai kuorum karena hanya dihadiri segelintir peserta yang juga sebagian besar fiktif, selain itu mencatut tanda tangan anggota, dan  mengangkat Nusirwan sebagai Sekretaris Koperasi tanpa Ketua, yang sebenarnya merupakan karyawan PTPN V.

Hendardi mengatakan demi melumpuhkan perjuangan petani, PTPN V diduga menggunakan tangan Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Tinggi Riau untuk menekan berbagai pihak yang memiliki otoritas untuk mengesahkan koperasi abal-abal tersebut. "Tindakan memaksakan kehendak dengan cara melawan hukum adalah bentuk kesewenang-wenangan pejabat dan aparat negara dan merupakan pelanggaran serius " tukas dia.

Menurut Hendardi, sejatinya landasan hukum ihwal JPN dan kewenangannya tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Bahkan UU BUMN menegaskan JPN tidak bisa mewakili BUMN karena BUMN adalah badan hukum privat.

Memang kata Hendardi, dalam penjelasan UU Kejaksaan dinyatakan bahwa Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga kata dia membela dan melindungi kepentingan rakyat.

Namun demikian lanjut Hendardi, dalam konstruksi peristiwa yang dialami oleh Kopsa M, Jaksa Pengacara Negara justru ikut campur urusan organisasi petani dalam  bentuk pemaksaan pengesahan koperasi secara melawan hukum.

"Jelas ini merupakan tindakan abuse of power yang menindas petani dan menghamba pada oknum-oknum di lingkungan PTPN V, yang secara membabi buta menutupi keburukan tata kelola BUMN bidang perkebunan ini " kata Hendardi.

Baca Juga : PTPN V Makin Ganas, SETARA Institute Desak, Ercik Thohir, Kapolri, Kejagung RI Turun Tangan

Atas kondisi tersebut, SETARA Institute kata Hendardi, mendesak kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin untuk memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Pengacara Negara bertindak profesional, netral, dan tidak mencampuri urusan keperdataan antara Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dan PTPN V.

Kemudian lanjut Hendardi, ST Burhanuddin untuk memerintahkan jaksa pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar bertindak profesional dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan di luar kewenangannya.

"Serta melakukan pengawasan atas kinerja Kejaksaan Negeri Kampar dalam melakukan proses penegakan hukum. Sementara kepada Komisi Kejaksaan RI, SETARA Institute meminta agar
Komisi ini melakukan pengawasan, pemantauan atas kinerja, sikap dan perilaku jaksa dalam menjalankan tugas kedinasannya. Praktik yang diperagakan oleh sejumlah jaksa pengacara negara pada Kajati Riau, jelas bertentangan dengan tugas kedinasan dan tugas pokok sebagai jaksa " tutup Hendardi.

Sementara itu,  Marvelous, SH MH, Kasi Penkum Kejati Riau, saat dihubungi Gagasan, pada Minggu malam (12/9/2021), terkait pernyataan pers SETARA Institute tersebut, hingga Senin (13/9) sore belum memberikan keterangan resmi. Pernyataan pers SETARA Institute tersebut sudah dikirim ke Marvelous melalui pesan daring ke nomor teleponnya. Hingga berita ini dilansir, Gagasan, masih menunggu jawaban resmi dari pihak Kejati Riau. 


[Ikuti GagasanRiau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar