GagasanRiau.Com Pekanbaru - Masyarakat Desa Titiakar Kecamatan Rupat Utara merasa terganggu sejak keberadaan aktifitas PT. Sumatera Riang Lestari di Pulau Rupat. Pasalnya sejak kehadiran perusahaan tersebut mata pencaharian masyarakat setempat mati.
Kepala Desa Titiakar Sukarto kepada Gagasanriau.Com Selasa sore (14/6/2016) mencontohkan keluhan masyarakat desa diantaranya perusakan pelabuhan di Jalan Batin Daud RT.01/RW.01 Dusun Suka Ramai Desa Titiakar pada tanggal 10 januari 2015 hingga sekarang pihak PT.SRL tidak bertanggungjawab untuk memperbaikinya.
“Masyarakat desa saya sekarang tidak bisa menggunakan pelabuhan yang dulunya digunakan masyarakat untuk bongkar muat dan bersandar nelayan” ungkap Sukarto,
“Karena pelabuhan tersebut sudah dirusak oleh take boat kapal mengangkat kayu milik PT. SRL yang bersandar disana” imbuh Sukarto.
Selain itu juga sejak keberadaan PT.SRL sangat mengganggu aktifitas mata pencarian nelayan Desa Titiakar.
“Pasalnya kayu kayu akasia milik PT.SRL berserakan di sungai Selat Morong sehingga masyarakat tidak bisa menjaring menangkap ikan” keterangan Sukarto
“Lebih parahnya lagi jika jaring nelayan kena tabrak takebout dan ponton mengangkat kayu milik PT. SRL, perusahaan tidak mau mengganti kerugian nelayan” ujar Sukarto dengan nada marah.
Masyarakat Desa Titiakar juga merasa tertipu dengan janji manis PT. SRL yang pernah menjanjikan bantuan tanaman kehidupan di wilayah Desa Titiakar.
“PT. SRL janjinya dulu mau memberikan bantuan tanaman kehidupan karena wilayah konsesi PT.SRL juga masuk wilayah Desa Titiakar pak” ungkap Sukarto meluapkan keluh kesah masyarakat desanya.
Disisi lain Sugianto Putra Rupat yang aktif berjuang bersama masyarakat mencari jalan penyelesaiaan sengketa lahan masyarakat di Pulau terluar Indonesia tersebut mengatakan mengaku prihatin dengan keadaan tanah kelahirannya sejak keberadaan PT.SRL.
“Sejak dari awal masyarakat Pulau Rupat sudah menolak kehadiran PT. SRL, kita sudah menyurati pemerintah terkait, bahkan melakukan unjuk rasa mulai dari tingkat kecamatan hingga ke provinsi Riau” tutur Sugianto,
“Kedatangan PT. SRL seperti penjajah, masyarakat harus tergusur dari tanahnya sendiri perusahaan dengan semena mena menyerobot lahan petani, hutan alam kami habis digunduli, kami selaku masyarakat rupat sangat berharap agar dimasa pemerintahan presiden Jokowi meninjau kembali SK Menteri Kehutanan No.208/Menhut-II/2007 dan mau mencabut izin PT.SRL karena banyak mudorat yang berdampak terhadap masyarakat” tutup Sugianto.
Perusahaan ini bergerak dibidang hutan tanaman industri (HTI) dengan izin SK Menteri Kehutanan No.208/Menhut-II/2007.
Perusahaan PT.SRL ini mendapatkan konsesi di Pulau Rupat yang merupakan pulau kecil dan terluar yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia tepatnya di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, PT. SRL juga tak tanggung tanggung mendapatkan luas konsesi seluas 38.210 hektar separuh dari luas Pulau Rupat.
Reporter Anto Guevara