Sidang Praperadilan SP3, Dua Orang Korban Asap Berikan Kesaksian

Jumat, 04 November 2016 - 13:33:57 wib | Dibaca: 2273 kali 
Sidang Praperadilan SP3, Dua Orang Korban Asap Berikan Kesaksian
Orang Tua dari Korban Asap 2015 lalu

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Korban Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di tahun 2015 yang lalu dan merenggut nyawa warga, hadir di Pengadilan Negeri Pekanbaru memberikan kesaksian dalam agenda Parperadilan SP3 Polda Riau.

Dimana kedua orang tua yang anaknya meninggal dunia diduga akibat terpapar asap kebakaran hutan dan lahan, bersaksi pada sidang praperadilan atas terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Polda Riau, Kamis (3/11/2016).

Keduanya yakni Eri Wirya dan Mukhlis yang kehilangan buah hati tercintanya saat bencana kabut asap pekat menyelimuti Riau pada 2015 silam.

Eri dalam kesaksiannya dihadapan Hakim Sorta Ria Neva di Pengadilan Negeri Pekanbaru mengatakan anaknya almarhum Ramadhani Lutfi Aerli meninggal dunia pada Oktober 2015. Saat itu, Pekanbaru dan mayoritas wilayah lainnya di Riau diselimuti asap tebal, hingga menyebabkan kualitas udara berbahaya.

Lutfi, bocah 9 tahun yang saat itu duduk di bangku kelas 3 salah satu sekolah dasar di Pekanbaru meninggal setelah enam hari dirawat di rumah sakit.

"Hasil ronsen katanya paru-paru anak saya ada semacam gumpalan awan," katanya.

Sayangnya, Eri tidak dapat menjawab pertanyaan Hakim penyebab medis adanya gumpalan awan di paru-paru anaknya itu. Meski, Eri sempat menceritakan sepanjang riwayat hidup Lutfi tidak pernah menderita sakit atau keluhan pernafasan.

Eri juga mengatakan kepada hakim bahwa saat itu dia tidak kefikiran untuk mencari tahu penjelasan secara medis penyebab gumpalan itu. Dia mengatakan hanya fokus kondisi anaknya yang terus memburuk hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Kesaksian serupa juga disampaikan oleh Mukhlis, orang tua dari Muhanum Anggriawati yang meninggal akibat diduga paparan asap tebal Karhutla Riau Oktober 2015 silam.

Hanum, bocah perempuan berusia 12 tersebut meninggal diduga akibat kabut asap hebat yang menyelimuti Pekanbaru berbulan lamanya. Hanum yang kala itu tercatat sebagai siswa SD 171 Kulim, Pekanbaru sempat dirawat di UGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

"Namun kondisinya terus memburuk. Badannya menguning. Meski sudah dipasang alat bantu oksigen, kondisinya tidak membaik hingga akhirnya meninggal dunia," kata Mukhlis.

Mukhlis mengaku bahwa secara medis dia tidak mengantongi file penyebab meninggalnya anak pertama dari empat bersaudara itu. Namun secara verbal, saat dia dan korban bertatap muka setiap hari, dia yakin anaknya meninggal akibat asap.

Dengan adanya peristiwa itu, baik Mukhlis maupun Eri tidak ingin kejadian yang menimpa anaknya terulang kembali. Ia ingin Riau bebas asap sepanjang tahun ke depannya.

Dalam sidang yang ke 4 antara pelapor seorang warga bernama Ferry melawan Polda Riau terkait SP3 itu, turut dihadirkan saksi lainnya, Raflis yang merupakan Direktur Yayasan Hutan Riau.

Dalam kesaksiannya, dia menganalisa  keberadaan titik panas sebagai indikasi adanya Karhutla selalu berada di lokasi yang sama setiap tahun. Dengan rinci, Raflis menjelaskan lokasi titik-titik panas tersebut yang mayoritas berada di lahan perusahaan.

Menanggapi kesaksian itu, Sorta langsung mengatakan sikap saksi yang tidak melaporkan temuannya tersebut kepada pihak yang berwenang. Sorta juga mempertanyakan kenapa saksi tidak mengajukan praperadilan yang sedang berjalan saat ini dengan seluruh data yang ia miliki.

"Kenapa tidak saudara saja jadi pemohon. Begitu tahu, kenapa saudara Ferry, bukan saudara," tanyanya.

Sidang direncanakan dilanjutkan Jumat besok (4/11) dengan agenda mendengarkan keterangan termohon.(ANT)

Editor Arif Wahyudi


Loading...
BERITA LAINNYA