PETANI Desak Pemerintahan Jokowi Hentikan Kriminalisasi Petani di Jabar

Senin, 21 November 2016 - 21:11:47 wib | Dibaca: 6149 kali 
PETANI Desak Pemerintahan Jokowi Hentikan Kriminalisasi Petani di Jabar

GagasanRiau.Com Pekanbaru - Organisasi Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk menghentikan aksi kekerasan terhadap para petani di Desa Sukamulya, Kecamatan Karangdjati Kabupaten Majalengka bersitegang mempertahankan lahan pertaniannya sebagai alat produksi Provinsi Jawa Barat (Jabar).

"Komitmen untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional dan seperti yang di angan-angankan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman merupakan jargon uthopia tanpa berpijak pada kondisi realitas yang dialami oleh petani yang merupakan tulang punggung kedaulatan pangan nasional" kata Satrio Damardjati Ketua Umum PETANI melalui rilisnya Senin (21/11/2016).

Dijelaskan Satrio organisasi PETANI prihatin dengan tindakan refresif terhadap warga yang melakukan penolakan penggusuran lahan pertanian produktifnya seperti sawah dan tegalan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) tidak perlu dilakukan upaya refresif.

Pengerahan sekitar 1200 personel aparat gabungan yang terdiri dari TNI, POLRI dan Satpol PP kepada petani Desa Suka Mulya dikatakan Satrio salah satu bentuk intimidasi negara kepada rakyatnya.

"Dengan melakukan tembakan gas air mata, pemadaman listrik rumah tinggal, sweeping dan pendirian tenda aparat untuk menciptakan teror dan tekanan kepada para warga yang mayoritas adalah petani yang merupakan tulang punggung untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang menjadi salah satu komitmen dari Presiden Joko Widodo" paparnya.

Dijelaskan Satrio, bahwa proyek pembangunan BIJB, awalnya merupakan salah satu proyek nasional MP3EI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan kini dikukuhkan menjadi proyek strategis nasional di pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Proyek BIJB berdasarkan dari informasi yang sebenarnya hanya membutuhkan lahan seluas 1.800 Ha, akan tetapi dalam perencanaannya ada pengembangan Karangdjati Aerocity sebagai penopang kegiatan bisnis dari BIJB yang membutuhkan perluasan lahan 3200 Ha yang mayoritas adalah lahan pertanian produktif dan subur.

"Pembangunan proyek BIJB menjadi tanda tanya besar dikarenakan di Jawa Barat sudah terdapat 6 bandara yang fungsinya bisa dioptimalkan standar internasional. Hal tersebut merupakan ironi jebakan peralihan antar rezim pemerintahan khususnya mengenai permasalahan alih fungsi lahan. Karena dalam Undang-undang No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan petani" paparnya.

"Sementara itu Pasal 103 menyebutkan bahwa petani yang mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi lahan non Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Namun dalam kasus penggusuran di Desa Sukamulya dan banyak kasus lainnya, justru pemerintah yang melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian" paparnya lagi.

Terakhir dikatakan diakhiri Satrio, organisasi PETANI meminta Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang bersinggungan dengan lahan pertanian produktif dan subur.

Dan kedua mendesak Presiden Joko Widodo, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian untuk tidak mengkriminalisasi petani sebagai tulang punggung kedaulatan pangan nasional di seluruh Indonesia.

Ketiga mereka mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menarik pasukan dan untuk tidak mengkriminalisasikan serta mengintimidasi petani yang merupakan tulang punggung kedaulatan pangan nasional diseluruh Indonesia.

Selanjutnya mereka juga meminta Presiden Joko Widodo untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kedaulatan Pangan Nasional sebagai pondasi Badan Pangan Nasional yang diamatkan dalam undang-undang pangan.

Terakhir mereka mendesak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk lebih prioritas fokus terhadap perlindungan dan pemberdayaan petani sesuai yang diamanatkan oleh UU No.19 Tahun 2013.

Editor Arif Wahyudi


Loading...
BERITA LAINNYA